Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Review Buku Risalah Pesona

5 komentar

Selamat menyambut bulan Juni, teman-teman. Nggak kerasa ya, tahun 2020 udah mau semesteran aja. Topik hit tahun ini apalagi kalau bukan pandemi Covid-19. Aku juga lumayan banyak nulis tentang ini di blog.

Tapi kali ini aku mau move on sejenak dari tema pandemi, saatnya me-review buku yang baru saja selesai kubaca. Well di era half wfh sekarang, aku jadi punya lebih banyak waktu untuk membaca buku. Alhamdulillah.

Judul: Risalah Pesona
Penulis: Rafif Amir
Penerbit: Satoe
Tahun terbit: 2020

Buku yang baru saja selesai kubaca berjudul Risalah Pesona. Penulisnya adalah Mas Rafif Amir yang merupakan salah satu teman penulisku di Blogger FLP. Beliau memang sangat produktif sekali berkarya, bukan hanya dalam bentuk buku tapi juga tulisan di media sosial dan blog. Kebetulan, selera bacaanku cocok dengan gaya penulisannya.

Risalah pesona adalah kumpulan catatan mengenai momen-momen penting yang dialami sang penulis. Ini adalah salah satu genre buku yang kusuka. Non-fiksi dan terkadang menyinggung kehidupan pribadi si penulis untuk diambil hikmahnya.

Betapa banyak kisah yang layak diabadikan. Tidak hanya sekadar untuk dikenang, tapi juga mengajarkan banyak hal.” Itu yang tertulis pada awal kata pengantar dalam buku ini.

Bab-bab di buku ini tidak disusun secara berurutan, rentang waktu penulisannya adalah sekitar tahun 2005 di Madura hingga 2017 di Sidoarjo. Mas Rafif Amir menuliskan beberapa momen penting dalam hidupnya pada rentang waktu tersebut.

Sampul buku ini bertema keluarga karena terdapat gambar rumah yang dikelilingi pepohonan. Nuansa biru yang menyelimuti cover membuat buku ini terasa hangat. Bab pertama juga dibuka dengan kebahagiaan penulis naik motor bersama keluarga pada malam hari. Kebersamaan yang sangat indah. Kebahagiaan bersama keluarga menurutku adalah urat nadi dari buku 107 halaman ini.

Gambaran secara umum yang bisa kutangkap dari seorang Rafif Amir dari buku ini yaitu beliau berasal dari Madura, berkuliah di Jember, lalu setelah menikah sekarang tinggal di Sidoarjo. Beliau adalah sarjana teknik namun memilih untuk berwirausaha di bidang literasi, mengikuti passion-nya. Pilihan yang sangat berani. Kegamangannya memilih bekerja di bidang sastra atau teknik ia ceritakan dalam tulisan yang berjudul Salah Kamar di buku ini.

Ada banyak tema yang ditulis beliau dalam buku ini, mulai dari cerita wirausaha, keluarga, perjuangan saat kuliah hingga kejadian-kejadian kecil yang sarat hikmah. Tema yang cukup membuatku sedih saat membaca buku ini adalah tema tentang orangtua.

Pada Laki-laki Paling Dirindu, Mas Rafif Amir bercerita tentang sosok sang ayah yang sangat berkesan baginya. Dari ayah beliaulah ia memiliki ketertarikan di bidang literasi, meski ayahnya juga mengajarinya matematika. Namun kini hubungan mereka tidak lagi sehangat dulu karena satu peristiwa menyakitkan yang seharusnya tak perlu terjadi.

Laki-laki itu terasa asing, padahal ia adalah pahlawan yang telah mendidikku menjadi manusia tegar. Ada rasa rindu, tapi selalu beku” (Hal 62)

Sedang pada Ketika Orang yang Kau Cintai Disakiti ia menceritakan sosok sang ibu. Membaca tulisan ini membuatku berpikir, betapa berartinya sosok orangtua dalam kehidupan seorang anak meski kondisi tak seideal yang diimpikan.

Ketertarikan Mas Rafif Amir terhadap jilbab yang ia tuliskan di Impian Lima Tahun, cukup membuatku heran. Pun dalam Jilbab dan Keyakinan yang Hampir Tergadai tema yang ia kulik masih tentang jilbab ini. Sangat unik dan menarik, juga membuat penasaran karena ia tidak begitu detail mengupas tentang keyakinan yang hampir goyah ini.

Pada beberapa tulisan, pembaca diajak merenungi berbagai hal yang ada dalam hidup ini. Contoh pada tulisan Siapakah Kita Setelah Ini?, terdapat banyak pertanyaan. Siapakah kita bagi Bangsa Indonesia? Siapakah kita bagi manusia lainnya? Siapakah kita bagi Tuhan? Siapakah kita bagi zaman dan peradaban? (Hal 94). Sungguh pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab.

Pada kisah Tentang Lima Ribu Rupiah dan Pelajaran Memaafkan (Hal 85) terjadi konflik yang kalau orang dengan sumbu pendek menghadapinya pasti sudah meledak-ledak. Tapi oleh Mas Rafif Amir dan temannya, kejadian tersebut malah menjadi sangat berhikmah. Ketika api tidak dilawan dengan api, maka hasilnya pasti lebih menyejukkan. Renungan yang sangat dalam untukku pribadi yang masih suka kesal dengan hal kecil.

Meski tulisan-tulisan Mas Rafif Amir dalam buku ini banyak yang terkesan serius, tapi ada juga terselip cerita lucu. Salah satunya adalah tentang cerita ikan di kolam kamar mandi pada Luki dan Nini. Walau berakhir tragis dapat membuatku senyum-senyum sendiri membacanya.

Ada banyak amanat yang kudapat dari buku ini. Salah satunya adalah bahwa bekerja keras dapat membuatmu berhasil mencapai impian. Selain itu bahwa menerima segala hal-hal yang buruk adalah cara terbaik untuk melanjutkan hidup, juga menjadi poin penting yang kucatat dari buku ini. Dan terakhir adalah mensyukuri apa yang ada sekarang dan yang sudah dimiliki adalah sikap yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan ini.

Suatu hari aku juga ingin punya buku memoar seperti ini. Mungkin kurang berarti bagi orang lain, tapi sebagai penulis ini sangat berarti sebagai catatan sejarah pribadi. Dan lagipula aku sudah membuktikan sebagai pembaca aku tetap mendapat insight baru untuk menyelami banyak hal dari kehidupan orang lain lewat buku ini. []

Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

5 komentar

  1. Wah jadi pingin juga mba nulis memoar gini. Ahh baca blog mba Rindang jadi muncul banyak ide. Thanks for sharing mba

    BalasHapus
  2. Mas Rafif Amir memang begitu produktif semoga menjadi sumber inspirasi bagi kami para penulis-penulis pemula di FLP. Dan juga ini sebuah ulasan buku yang baik dari Mbak Rindang. Aku pun tertarik untuk menuliskan memoar penting dalam hidup semoga nanti bisa menerbitkan buku memoar hidup sendiri.

    BalasHapus
  3. Yang bisa nulis memoar gini pasti suka nulis diary ya? Kisah sejak 2005 kalau nggak ada catatannya pasti udah lupa.

    Eh, itu aku ding, wkwk

    BalasHapus
  4. Waaah mas rafif produktif banget ya. Nggak nyangka selain ngeblog buku solonya terbitjuga. Produktifitasnya patut ditiru.

    BalasHapus

Posting Komentar