Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

See You when I See You

5 komentar

Satu setengah tahun yang lalu, kesedihan yang kurasakan tidak sama dengan kesedihan yang kualami sekarang. Dulu, aku punya waktu yang panjang untuk mempersiapkannya. Bahkan kami masih sempat merayakan farewell party dengan cara yang menyenangkan seolah waktu akan berhenti di sana selamanya.


Kala itu aku tahu akan pergi dalam waktu dekat, hari H-nya saja yang belum kutahu pasti. Saat itu rasanya seperti menunggu mati. Tahu harinya akan datang, tapi tidak tahu kapan. Bahkan sebenarnya hari-hari sekarang pun kematian seharusnya selalu menjadi hal yang penting untuk disiapkan sebelum kita mengalaminya. Toh kita sama sekali tidak tahu kapan datangnya.


Sekarang, kepergianku cenderung tiba-tiba. Tidak sampai satu minggu untukku berpikir. Kamis lalu aku tahu kabarnya, Rabu depannya (besok) aku sudah harus pergi.


Pergi dalam kondisi baik-baik saja ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Seandainya aku sedang punya banyak masalah di posisiku yang sekarang, mungkin tidak akan membuatku galau berhari-hari. Aku akan dengan senang hati langsung menerima kesempatan yang diberikan.


Dulu juga begitu. Aku pergi saat semua sedang baik-baik saja. Kondisi pertemanan yang hangat, tidak ada masalah teknis, no drama-drama club. Aku pergi saat sedang sayang-sayangnya, mengutip ungkapan seorang teman. Tapi sekali lagi, dulu aku mengucap pamit bahkan sejak lebih dari satu bulan sebelum aku pergi. Sehingga semua sudah bersiap untuk sebuah perpisahan.


Kedua pilihan di depanku sekarang sama baiknya. Tetap saja aku harus memilih salah satu. In other hand, keputusan sebenarnya tidak hanya ada di tanganku. Bahkan sebenarnya aku ragu bisa ikut andil berpendapat dalam hal ini meski tokoh sentralnya dalam kasus ini adalah aku. 


Oleh karena itu pada awalnya aku tidak denial sama sekali, kupikir aku bisa apa. Namun saat ada celah yang memperlihatkan bahwa ini bisa loh dicegah asal yang bersangkutan bersedia, saat itulah aku merasakan kebimbangan.


Di saat kakiku sedang bingung hendak tetap berada di pijakan yang lama atau melangkah menuju batu yang baru, orang terdekatku sedang pergi jauh dalam waktu yang lama. Proses diskusi jarak jauh tentu berbeda dengan pillow talk dan sejenisnya. Menambah galau saja.


Ada banyak pikiran berkecamuk di kepalaku, sedang proses negosiasi dan everything yang berkaitan dengannya juga sedang bergulir di luar sana. Aku tidak melakukan apapun untuk mendorong atau menghambatnya. Mungkin hanya deep talk yang tidak sengaja kulakukan hari ini dengan seseorang ikut andil dalam keputusan final. 


Deep talk hari ini berisi obrolan tentang passion, kinerja, tanggung jawab, kompetensi, kesempatan, karir, dan semacamnya. Aku sudah siap untuk hal terburuk, maka ketika hal baik yang terjadi, aku speechless. Saat kalimat yang selama ini terpatri di hidupku sebagai salah satu motto terucap dari mulut orang asing, melelehlah aku. 


Bukan kobaran api yang membuat batu berlubang, tapi tetesan air.


Finalnya hari ini, hari terakhir sebelum aku pergi. Meski aku tidak pandai bersosialisasi dengan orang, tapi aku menghargai hubungan antar personal. Aku ingin mengingat kenangan terbaik dan melalui momen terakhir bersama orang-orang yang membersamaiku di sini.


Allah Maha Baik. Ia mengatur entah bagaimana caranya Ia bekerja, hari ini hampir semua orang penting di sini bisa berkumpul. Dengan berbagai kesempatan yang sudah dirancang oleh-Nya sedemikian rupa. Kami menghabiskan waktu lebih lama daripada biasanya. Quality time for the last. Padahal biasanya sesulit itu mengumpulkan orang-orang ini dalam satu ruang dan waktu.


Kesedihan kali ini juga berbeda dengan yang kualami dulu karena mengingat bagaimana hal-hal akan bekerja tanpaku. Bukan aku merasa hebat, tapi jika aku pergi tentu akan ada yang harus mengerjakannya. Sedang aku tahu, tidak akan ada yang datang dalam waktu dekat. Ia yang sudah ada di sana akan kembali menanggung bebannya. 


Tentu saja sedikit banyak aku merasa bersalah. Namun jika aku bertahan karena ini, aku takut akan menyesal dan kesempatan yang sama tidak akan datang dua kali padaku.


Bukan hanya sekadar kesedihan yang berkecamuk di hatiku, perasaan bersemangat akan menghadapi tantangan baru juga ikut menyertai. Aku menyukai tantangan. Tantangan akan membuatku lebih hidup selama itu adalah hal yang aku sukai.


Hari ini aku lebay sekali. Aku menangis berkali-kali hanya karena tidak bisa mengucapkan kalimat pamit dengan baik. Ternyata aku juga belum seasertif itu. Mungkin itu salah satu alasan alam bawah sadarku selalu berusaha mencegah masalah datang, karena aku malas membicarakannya, menyelesaikannya. Belum lagi bicara, air mata sudah mengalir duluan. Sialan.


Hari ini fisikku lelah, tetapi hatiku lega. Jauh lebih baik daripada kemarin, hati lelah karena masih ada cahaya samar yang kutunggu.


So yeah, good bye and see you when I see you. []

Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

5 komentar

  1. kadang perpisahan menjadi hal yang terberat dan membuat banyak orang tak siap. Apalagi kalau harus tiba tiba. Sebagai sesama manusia saya bisa merasakan hal yang sama. Memang harus mempersiapkan diri dan hati

    BalasHapus
  2. Aku tiba-tiba jadi ingat. Dulu sekitar 18 tahun silam, ada hal yang juga ku sesali "karena tidak bisa mengucapkan kalimat perpisahan dengan baik."

    BalasHapus
  3. Paham banget sih mba rasanya pengen ngomong banyak tapi belum ngomong aja udah mau bercucuran air mata. Makanya terkadang kalau menyampaikan perasaan emang lebih enak ditulis sih, ya meski nulisnya juga sambil nangis tapi setidaknya hal yang ingin diomongin tersampaikan dengan baik.

    BalasHapus
  4. Ahh perpisahan memang tak pernah mudah ya mbak, dipersiapkan sekalipun tetap menyisakam suatu rasa yg gimana gitu, apalagi kalau tidak dipersiapkan. Semoga hati dan moodnya segera pulih ya mbak, dan bersiap menjalani peluang yg udah diambil

    BalasHapus
  5. Yg namanya perpisahan itu emang bikin dada sesak,walau berpisah dengan org yang kita sebelin sekalipun kyknya.
    Namun, pasti Tuhan jg udah tau pas menakdirkan seseorang bertemu atau berpisah bahwa itu pasti yang terbaik #imho.

    BalasHapus

Posting Komentar