Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Beli Baju Lebaran bagi Minimalist

Posting Komentar

Bagi seorang minimalist, orang yang menerapkan gaya hidup minimalis, hampir dapat dipastikan beli baju lebaran (atau momen spesial lainnya) bukanlah sesuatu yang wajib. Bukan karena tidak punya uang atau tidak ingin sama dengan orang lain, tapi karena menyadari bahwa dia memang belum butuh untuk membeli baju baru.


Aku sedang belajar menerapkan pola hidup minimalis ini. Sejak dulu bagiku, bahkan sebelum mengenal pola hidup minimalis, beli baju (lebaran) bukanlah suatu keharusan. Tak punya pun tak apa-apa, masih ada baju yang lama. Sesuai lirik lagu legendaris itu.




Alasan Mengapa Aku Jarang Beli Baju

1. Gaya berpakaianku tidak menuntut untuk selalu memakai item baru. Mix match pakaian-pakaian yang ada saja sudah membuatku cukup puas. Oleh karena itu aku cukup selektif dalam memilih warna dan model saat membeli pakaian baru, biar bisa long lasting dan dipadupadankan dengan koleksiku yang sudah ada.


2. Jarang ada baju yang menarik perhatianku. Baik secara model, ukuran, atau warna. Seringkali baju-baju yang dijual berukuran besar, aku malas kalau beli harus permak lagi. Untuk model baju sendiri, seleraku jarang cocok dengan yang ada di etalase. Untuk mengatasi hal ini, aku lebih memilih untuk menjahit. Bisa lebih kustom dalam pemilihan bahan, model, ukuran, dan warna. 


3. Aku tidak suka terlalu banyak punya barang, termasuk baju. Ribet dalam penyimpanan, perawatan, dan pemilihannya. Aku tidak mau menambah space untuk menyimpan baju karena dapat mengurangi ruang lapang di dalam rumah. Aku juga ingin lebih praktis dalam memilih pakaian saat akan bepergian, punya banyak pilihan baju hanya akan membuatku kebingungan. Rentan berantakan juga karena proses uji cobanya. Dengan baju yang sedikit saja kadang aku kewalahan merapikannya setelah mencoba mix and match.


4. Aku ingin menghargai setiap item yang kumiliki. Terlalu banyak punya baju kadang membuatku kurang menghargai setiap itemnya. 


5. Lebih hemat. Dana yang bisa dihemat dapat digunakan untuk hal lain yang menurutku lebih prioritas. Contohnya dalam kasusku, aku lebih senang menggunakan uang untuk merawat kulit dan badan agar kalau pakai baju apa aja bagus. Perawatan di sini bukan hanya untuk kecantikan, tapi juga untuk kesehatan dengan cara olahraga misalnya. Kalau sudah sehat, apa-apa jadi mudah.


6. Belajar minimalis. Setelah belajar minimalisme aku semakin mantap untuk tidak mengoleksi baju terlalu banyak karena sebanyak apapun baju yang kita punya, biasanya yang dipakai itu-itu juga. Ga beda antara baju banyak dengan baju sedikit.


Tips Memilih Baju Lebaran Bagi Minimalist

Bagi yang mau belajar menerapkan pola hidup minimalis, bisa diterapkan cara-cara berikut dalam pemilihan baju baru untuk lebaran.


1. Pakai yang Ada

Coba cek di dalam lemari, siapa tahu masih ada baju yang masih bagus untuk digunakan saat lebaran.


2. Jahit Sendiri dari Kain yang Ada di Rumah

Aku menggunakan cara ini untuk baju lebaran tahun ini. Kebetulan ada beberapa kain sasirangan hadiah yang sudah lama teronggok di lemari. Jadi kujahit sesuai model dan ukuran yang kumau. Lumayan tidak perlu beli bahan lagi.


3. Beli Baju Baru

Beli baju yang kira-kira akan kita pakai dalam jangka panjang. Dalam kasusku, beli baju mewah berempel-rempel dan banyak aksesorisnya, nggak worth it. Paling dipakai sekali dua kali, sisanya malas karena ribet atau malah nggak cocok sama acaranya. Sayang sekali kalau baju lebih sering di lemari daripada dikenakan.


Tantangan bagi Minimalist

Bukan berarti menjadi minimalist tidak ada rintangannya. Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi minimalist saat punya pandangan yang berbeda tentang baju lebaran. Berikut adalah beberapa tantangannya.


1. Godaan dari Dalam Diri

Sedikit banyak kita mungkin akan tergoda dengan banyaknya pembicaraan atau postingan baju lebaran yang berseliweran menjelang hari raya. Cara menghadapi tantangan ini adalah dengan mengingat kembali tujuan kita dalam membeli baju. Apakah karena memang butuh atau hanya karena ingin (dengan berbagai alasan). Hatimu pasti tahu mana yang terbaik.


2. Dipandang Aneh

Dipandang aneh oleh orang lain karena nggak ikut trend itu adalah makanan sehari-hari seorang minimalist, termasuk dalam baju lebaran. Sebagian besar mungkin hanya akan menyimpan pandangan aneh itu di kepalanya. Tapi sebagian kecil yang lain mungkin akan menyuarakannya dan menyentil hati. Cara menghadapi tantangan ini adalah jangan diambil hati, mereka belum tahu betapa menyenangkan hidup minimalis. Lagipula validasi terbaik nilai diri kita sama sekali bukan dari komentar orang lain. Kita jelas lebih tahu kualitas diri kita daripada mereka yang hanya melihat dari luar.


3. Memberi Pemahaman pada Anak Kecil

Penting untuk memberi pemahaman tentang minimalis pada generasi selanjutnya. Anak kecil terutama, mereka punya otak yang masih bersih dan bagus untuk ditanamkan mindset positif tentang minimalisme. Bukan karena pelit atau tidak sayang pada anak, tapi untuk kehidupan mereka di masa depan yang lebih mindfull.


Ajari mereka bahwa gaya hidup konsumtif bukanlah cara hidup yang baik. Gaya hidup ini cenderung menghasilkan lebih banyak sampah dan sumber keborosan. Biasakan mereka untuk tahu persis apa yang mereka butuhkan, jangan langsung membeli apapun yang mereka inginkan walaupun mampu. Didik mereka untuk selalu menghargai apa yang mereka miliki.


Dalam hal membeli baju lebaran misalnya, ajak mereka berdiskusi terlebih dahulu. Biasakan mereka melakukan pertimbangan sebelum membeli. Selain itu, ceritakan juga kepada mereka tentang anak-anak kurang beruntung yang belum tentu bisa beli baju satu tahun sekali. Hal ini akan meningkatkan empati mereka dan menambah pertimbangan dalam membeli baju baru.


Penting pula untuk membiasakan mereka tidak FOMO. Tidak masalah jika teman-teman mereka pakai baju (yang) baru (dibeli), sedang mereka pakai baju (yang sebenarnya masih bagus, tapi) tidak beli baru. Itu bukan hal yang penting. 


Culture saling pamer baju baru terutama di kalangan anak-anak bisa menjadi bibit saling membandingkan diri antar personal di masa depan. Biasakan anak menilai dirinya sendiri bukan dari apa yang ia pakai atau dari komentar orang lain, tapi dari sikap, sifat, dan karakter yang melekat di dirinya.


Oh ya aku baru ingat ada salah satu postingan teman yang bilang bahwa dulu dia heran kenapa ayah ibunya tidak pakai atau beli baju hari raya saat lebaran, sedangkan ia dan saudara-saudaranya dibelikan baju lebaran. Sekarang saat ia juga sudah punya anak tiga, baru mengerti rasanya. 


Selain karena masalah finansial, orang tua zaman dulu mungkin juga sudah menyadari bahwa baju baru hanya masalah lahir yang terlihat sementara. Sedang lebaran sebenarnya adalah tentang kembali ke fitrah secara batin. 


Jangan Jadi Pick Me People

Jangan merasa menjadi orang yang paling baik. Meski kita punya pandangan tentang minimalisme, bukan berarti kita menyalahkan pandangan orang lain yang tidak menganut paham minimalis. 


Berikut adalah dua hal yang perlu diperhatikan saat kita berinteraksi dengan orang lain yang punya pandangan berbeda dengan kita.

1. Beli Baju Baru Itu Boleh

Tidak ada larangan dalam membeli baju baru, semuanya kembali pada pertimbangan masing-masing. Saat melihat orang lain yang sering beli baju baru, pikirkan hal positif. Mungkin kebutuhannya memang harus selalu pakai baju yang berbeda, bisa jadi ia konten kreator. Atau boleh jadi satu-satunya cara ia merasa bahagia adalah dengan membeli baju baru. We don’t know. 


2. Jaga Lisan

Seperti kita yang tidak nyaman dikomentari buruk oleh orang yang berbeda pandangan, sebaiknya kita juga jangan menyakiti orang lain dengan komentar yang mengkritisi perilaku mereka. Saling menghargai sajalah.


Oke jadi begitu Gengs pendapatku mengenai beli baju lebaran bagi minimalist. Selamat berlebaran semuanya. Semoga di hari yang fitri ini kita semakin bisa menemukan diri kita sendiri di tengah hiruk pikuk perlombaan dunia. []

Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

Posting Komentar