Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Apa Kabar Kursus Menjahit?

1 komentar
Well, bagi yang belum tahu, aku dulu pernah ikut kursus menjahit di sebuah yayasan pelatihan kerja. Apakah menjahit merupakan passion-ku sehingga aku memutuskan untuk kursus menjahit? Setelah menilik kondisiku sekarang, aku dengan mantap mengatakan bahwa aku aku tidak memiliki passion menjahit.

Namun, kuakui aku sedikit tertarik dengan kegiatan menjahit. Little bit. Yang mengenalkanku dengan kursus menjahit ini adalah seorang teman kerja yang sudah terlebih dahulu ikut kursus menjahit. Aku sendiri sebelumnya sama sekali tidak bisa menjahit menggunakan mesin jahit, meskipun punya di rumah. Itu punya mama dan jarang dipakai. Mama sendiri bukan orang yang terlalu ahli dalam jahit menjahit, enggak afdal rasanya kalau belajarnya cuma sama mama.

www.amazon.com

Saat pertama masuk kursus, aku disuruh mencatat beberapa materi tentang pola pakaian sederhana. Aku juga belajar bagaimana cara mengukur ukuran tubuh orang untuk membuat pakaian. Setelahnya baru diadakan praktik dengan alat dan bahan yang disediakan penuh oleh yayasan. Praktik pembuatan pakaian ini cukup ribet menurutku, hitung-hitungannya harus presisi antara sebelah kiri dan kanan, muka dan belakang, serta atas dan bawah. Selain itu perbandingan antara ukuran bagian tubuh yang satu dengan ukuran bagian tubuh yang lain juga mesti seimbang.

Oleh karena itu, aku menyimpulkan bahwa menjahit adalah pekerjaan yang membutuhkan ketelitian tinggi. Cocok sebenarnya dengan sifatku. Namun, aku tidak punya banyak waktu. Sedangkan untuk menjahit satu pakaian saja, aku membutuhkan waktu lama. Selain karena aku memang belum lihai, sisi perfeksionisku menjadi penyebab utamanya. 

Mama dan tanteku yang juga bisa menjahit setelah melihat bagaimana metode menjahitku geleng-geleng kepala. Ribet sekali, komentar mereka. Mereka sendiri belajar otodidak dan jarang pakai hitung-hitungan tepat sepertiku. Pola pakaian yang mereka jahit biasanya menjiplak dari pakaian yang sudah jadi. Pantas saja, kadang ada beberapa penjahit yang tidak memerlukan ukuran tubuh pelanggannya tapi minta contoh baju yang muat di tubuh pelanggan saja.

Seandainya aku tidak bekerja di luar rumah, aku mungkin pasti akan menekuni bidang jahit menjahit ini. Namun, dengan kesibukanku yang bekerja Senin-Jumat hingga sore rasanya hal tersebut mustahil. Pulang dari kantor, belum apa-apa juga sudah capek.

Lalu, bagaimana nasib kursus menjahitku sekarang? Terhenti di tengah jalan alias mandeg. Masih ada beberapa pola yang belum kupelajari sedangkan aku sudah terlalu lelah untuk masuk kelasnya. Karena tempat kursusnya di rumah si pemilik yayasan, jadi sebenarnya enggak masalah kapanpun aku bisa datang selama mereka ada di rumah. Btw, yang ngajarin ini suami istri yang sama-sama pandai menjahit.

Jujur saja sampai saat ini aku masih belum punya mood yang bagus untuk kembali kursus. Pertama, karena ingat betapa ruwetnya proses menjahit. Ini sudah jelas menandakan bahwa aku tidak punya passion di bidang tersebut. Kedua, karena waktu kursusnya itu Sabtu-Minggu yang notabene merupakan hari keluarga dan istirahat. Lagipula waktu siangnya (pukul 13.00-17.00) itu kalau pun aku tidak kemana-mana pasti malas karena merupakan waktu terenak untuk tidur siang. Belum lagi kalau cuacanya hujan atau terik sekali. Tobat, aku pasti malas sekali.

Faktor lainnya, jarak yang terlalu jauh sekitar 17 km, sama seperti jarak rumah ke kantor membuatku tambah malas dan menambahkannya di alasan untuk mangkir di jadwal pertemuan. Dan alasan yang terakhir, karena aku tidak punya teman saat kursus. Ada sih teman -yang mengenalkan aku kursus itu- tapi dia sudah sampai tahap hampir selesai dan ternyata dia juga sering bolos. Kadang, kami janjian untuk mengusir rasa malas sendirian. 

Sekarang, mungkin sudah sekitar satu tahun aku tidak pernah ke tempat kursus. Sebenarnya kepikiran juga karena sayang uang kursusnya yang cukup mahal sudah kulunasi. Ilmunya juga belum sempurna kudapat, sampai sekarang aku masih belum terlalu berani bikin baju sendiri terutama dari kain yang ada polanya. Kalau dari kain yang polos masih sedikit berani. Baju seragam apapun sekarang masih suka minta jahitin orang lain. Hiks.

Apakah setelah kursus menjahit ada perbedaan dari diriku? Ini jelas. Aku jadi lebih kenal dengan dunia menjahit, lebih familiar dengan alat-alatnya, dan yang jelas jadi lebih mengapresiasi para penjahit. Untuk keahlian, lumayanlah aku sudah percaya diri reparasi sendiri baju-baju milik pribadi. DIY menggunakan mesin jahit juga kadang kalau punya banyak waktu luang.

Dari hasil kursus, aku sudah menghasilkan beberapa pakaian. Itu karena didampingi sama ibu pelatih, sih. Mau bikin project sendiri takut enggak selesai-selesai karena aku sukanya sok sibuk. Semoga suatu hari nanti aku kembali bersemangat untuk kursus menjahit. Aamiin.[]
Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

1 komentar

  1. Setidaknya sudah pernah belajar menjahit, tahu dasar2 menjahit, jadi kalau suatu saat mau menjahit sesuatu yang sederhana sudah ngerti..

    BalasHapus

Posting Komentar