Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Anak Panah Called “Status Shaming”

10 komentar
Pada postingan sebelumnya, aku menulis tentang body shaming. Kali ini aku akan menulis tentang status shaming. Entah, sebelumnya sudah ada yang pernah menggunakan istilah ini atau belum. Karena aku kepikiran begitu saja untuk menamai jenis shaming ini.

Status Shaming


Tidak jauh berbeda dengan body shaming, status shaming ini pun adalah perilaku seseorang yang mengatai kekurangan orang lain. Bedanya, objek yang jadikan bahan shaming adalah status, bukan tubuh. Misal,

“Kamu kapan lulus? Teman-teman seangkatan udah pada kerja tuh.”

“Lo belum nikah juga? Ingat umur, ntar jadi perawan tua.”

“Kok Mbak belum hamil-hamil sih, udah 5 tahun menikah juga.”

Jleb!

Mungkin bagi kamu yang mengucapkannya, itu hanya basa-basi, bahan bercanda, atau bentuk perhatian. Tapi belum tentu bagi yang menerima, kemungkinan besar mereka akan sakit hati. Mereka ingin menjawab apa celaan yang memang benar tersebut? 

Seorang mahasiswa yang terlambat lulus dibandingkan dengan teman seangkatannya biasanya sering ditanya dan dibanding-bandingkan. Padahal kamu mungkin tidak tahu seberapa keras usahanya untuk lulus kuliah. Mungkin karena ‘rezeki’ ketemu dosen perfeksionis, atau metode penelitian yang harus diulang, atau karena kendala biaya. Dia sudah berusaha maksimal untuk mengatasinya dan masih saja dicela. Hello, hatimu di mana?

Di lain kasus, ada seseorang yang ‘terlambat’ menikah. Sering ditanya kapan nikah, calonnya mana, dan bahkan dikatain nggak laku. Siapa tahu karena memang belum ada yang cocok, atau karena dia masih ingin sendiri dan berbakti maksimal pada orang tua, atau memang pengen fokus mengejar karir. Bisa juga sudah berusaha mencari jodoh tapi belum nemu-nemu. Nggak mungkin kan koar-koar ke dunia untuk mengumumkan seberapa keras usahanya.

Pasangan yang belum memiliki anak lain lagi ceritanya. Mereka selalu dirongrong dengan pertanyaan kenapa nggak hamil-hamil, kapan punya anak, dan sejenisnya. Padahal yang empunya diri saja juga bingung dan bertanya-tanya pada Sang Kuasa. Lalu bagaimana menjawabnya pertanyaanmu jika mereka saja tidak tahu jawabannya?

Atau mereka sudah tahu punya masalah kesehatan, tapi tentu tidak mungkin mengungkap hal privasi untuk pertanyaan basa-basi. Bahkan kamu yang bertanya pun sebenarnya tak memerlukan jawabannya. Lagipula, di jawab pun kamu belum tentu dapat memberi solusi. Menjelaskan usaha dan doa yang sudah dikerjakan pun rasanya percuma, kamu nggak butuh itu. Jadi kenapa bertanya? 

Doakan saja mereka yang tidak seberuntung kamu karena belum bisa lulus tepat waktu, belum nikah di kepala tiga, atau belum punya keturunan setelah sama berumah tangga. Doakan mereka dalam hati.

Tak perlu mengumbar pertanyaan yang hanya akan membuat orang yang ditanya sakit hati. Mungkin kamu tak sengaja melepaskan anak-anak panah bernama status shaming tersebut, tapi ingatlah akan ada luka dalam yang ditinggalkan karenanya.

Kecuali jika mereka mengajakmu berbicara tentang hal tersebut terlebih dahulu. Berikan solusi, jangan menyalahkan. Tak ada orang yang ingin hidupnya di-judge oleh orang lain, meski memang tidak sempurna.[]
Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

10 komentar

  1. Baru ngeh juga ada status shaming. Inspiring. Semoga kita tdk demikian yaa..

    BalasHapus
  2. Nah ini, karena dari orang2 sebelum kita terbiasa menyapa orang atau basa basi dengan menyinggung fisik jadilah ini sebagai hal yang normal.... Untung sekarang udah banyak yg aware kalo itu ga baik. Bener ya, kalo kita liat percakapan bule, basa basinya ttg cuaca atau hobi dan bukan ke fisik

    BalasHapus
  3. Setuju banget daripada nanya-nanya yang bisa nyakitin hati orang mending kita fokus mendoakan

    BalasHapus
  4. Huhu bener bgt kadang ada pertanyaan yg bikin hati gk enak

    BalasHapus
  5. Bener nih kdang hal hal bginian justru bkin mental org down dan jadi minder.. Lebih baik fokus. Diri sndiri ya sblum ngatain org hoho

    BalasHapus
  6. Aku lulus tepat waktu sih, cuma rada risih aja kalo ada pertanyaan kaya gitu. Sampe aku baca cerita d mana gitu kalo orang tuh punya waktunya masing-masing. Waktu kapan dia nikah, berhasil, sampai meninggal.
    Dan setiap orang beda-beda waktunya, jd daripada mikir itu mending kita lakuin hal terbaik yg kita bisa.

    Salam kenal,
    simatakodok.blogspot.com

    BalasHapus
  7. pertanyaan begitu mengusik banget sebener nya, jadi aneh gimana gitu.

    BalasHapus
  8. Wah baru tau ada bahasa keren nya status shaming 😂
    Biasanya mereka selalu bertanya kapan. Baik itu kapan lulus, kapan nikah, kapan punya anak, kapan wisuda dan kapan kapan lainya. Sebernanya ya nisa kdang bingung alasan orng memnjudge dengan kata kapan 😁 biasanya di jawab dengan senyuman dan bilang doakan saja. Pernah nih nisa ditanaya kenapa kamu ngambil jurusan itu, yang gak sesuai dan bla bla. Mending kalo mau ngurusin diri orng baik sekalian ngurusin biaya hidupnya haha #malahcurhatnisa 🙈🙏

    BalasHapus
  9. masalah status dan body shaming ini kayaknya terkait kultur ya. orang indonesia dikenal suka basa-basi jadi kadang ya pertanyaan gitu buat basa-basi. bikin sebel sih kadang-kadang tapi ya mau gimana lagi. perlu usaha yang kuat untuk melepaskan diri dari kebiasaan tersebut. aku sendiri kadang juga masih sering kelepasan nyebut orang dengan fisiknya atau nanyain pertanyaan seperti itu sama teman

    BalasHapus
  10. pembahasan body shaming ini lagi hits banget sekarang ya tp memang sih di Indonesia paling sering dah dilakuin ginian. Bikin KZL.

    BalasHapus

Posting Komentar