Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Grebeg Muludan di Yogyakarta

Posting Komentar
Grebeg Muludan atau Sekaten adalah acara tahunan di Yogyakarta, diadakan setiap tanggal 12 Rabiul Awal, yaitu hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Saat tinggal di Jogja dulu, aku beruntung bisa menyaksikan acara Grebeg Muludan. Hari itu bertepatan dengan tanggal 25 Januari 2013, tanggal merah. Tentu saja aku antusias menyaksikan acara yang tak mungkin ada di kampung Aku kesana dengan sahabatku. Kami berdesakan di antara kerumunan warga yang antusias menyaksikan upacara tradisional ini. Tidak hanya masyarakat Jogja yang ada di sana, namun juga turis dari berbagai daerah di Indonesia bahkan dari luar negeri menyaksikan puncak acara Sekaten ini. Tak ketinggalan, wartawan dari berbagai macam media juga banyak lalu lalang di antara keramaian saat itu, mereka mudah dikenali karena atribut pers mereka serta kamera yang tergantung di leher.


Suasana di depan Keraton saat Grebeg Muludan

Seorang turis sedang berbicara dengan warga lokal

Sialnya waktu itu, pas lagi asyik-asyiknya menikmati acara kami bertemu dengan seorang rekan di kantor tempat kami magang yang tidak terlalu kami sukai. Karena dia gaje, gayanya sok cool dan caper gitu. Lagipula dia sepertinya tipe lelaki penggoda, ohoho dia memang masih single sih. Tapi demi tata krama kami tetap ngobrol baik-baik dengan dia. Dia sebenarnya baik sih, bahkan sangat berguna sebagai guide dadakan yang menjelaskan berbagai macam hal saat upacara berlangsung. Tapi saat ada kesempatan kami melarikan diri dari Mas gaje ini di tengah keramaian acara. Haha. Kenangan yang lucu kalau diingat-ingat sekarang.

Satu lagi “kenangan” bersama mas ini yaitu ketika seekor kuda yang menjadi salah satu pengisi rombongan Grebeg Muludan mengamuk, sahabatku ketakutan. Si mas ini dengan gaya capernya yang sigap menolong temanku ini. Oh oh, ini kenangan tak menyenangkan sepertinya bagi sahabatku tapi aku dengan tega saat itu menertawakan ketakutannya dan menertawakan gaya si mas yang sok penolong itu. Astaghfirullah, suudzon betul kami ya kalau diingat-ingat. Tapi mau gimana lagi, kalau sudah ilfiil memang susah dihilangkan.

Salah satu kuda peserta rombongan Grebeg Muludan

Secara garis besar acara ini menurutku semacam pawai yang dimulai dari alun-alun Keraton Jogja, ada berpuluh-puluh (atau beratus-ratus) prajurit keraton yang mengarak sebuah nampan besar berisi hasil panen warga tahun ini yang disebut Gunungan. Ada dua buah gunungan, yang pertama Gunungan Lanang (Pria) yang diarak menuju Masjid Besar Kauman. Yang kedua adalah Gunungan Wadon (Wanita) yang diarak menuju Puro Pakualaman.

Rombongan prajurit (seragam hitam) yang mengiringi Gunungan
Di akhir acara isi gunungan tersebut diperebutkan oleh warga yang mengikuti atau berada di sekitar arak-arakan tersebut. Mereka percaya, jika mendapatkan sedikit bagian dari sayur atau buah tersebut maka rezeki satu tahun ke depan akan lancar.

"Polisi" Keraton yang bertugas menjaga kondisi
 tetap stabil saat acara berlangsung
Ada banyak orang yang menjadi peserta arak-arakan tersebut. Beragam seragam yang mereka pakai. Selain seragam prajurit juga terdapat ada seragam berwarna putih, hitam, merah, dan hijau. Menurut penuturan Mas Gaje, anggota arak-arakan tersebut diantaranya yaitu prajurit Bugis, prajurit Keraton, Lombok Abang, dan rombongan alim ulama. Binatang yang menyertai arak-arakan tersebut ada kuda dan gajah. Setidaknya ada 4 ekor gajah yang aku lihat. Di atas kuda, ada dua orang yang katanya merupakan panglima perang dan pangeran dari Keraton Jogjakarta.

Aku cukup puas menyaksikan acara ini. Ada banyak hal yang pertama kali aku lihat disana. Terutama hal-hal yang berkaitan dengan tradisi di Jogja. Semoga nanti bisa kembali lagi ke kota budaya yang ramah ini. Aamiin. 
Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

Posting Komentar