Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Kenangan Ramadan Saat Kecil

Posting Komentar

Aku sudah pernah menuliskan hal-hal apa saja yang membuatku bernostalgia saat Ramadan yang terjadi ketika aku masih kecil. Jadi kali ini aku akan membahas hal-hal yang lebih dalam tentang itu.

Aku pernah membaca jika sebenarnya keindahan Ramadan itu tidak pernah hilang, masa kita yang sudah selesai. Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya. Sedih ya? Waktu sudah jauh berlalu tanpa kita benar-benar menyadarinya. Ramadan sekarang masanya milik anak-anak yang sedang semangat tarawih dan melaksanakan ibadah lainnya. Lihatlah mereka masih sangat menikmati masa-masa sekarang. Keindahan suasana Ramadan tidak akan pernah lekang oleh waktu, penghuninya saja yang berganti.


Analisisku mengapa keindahan Ramadan sudah tidak semenyenangkan saat kita kecil dulu, karena kita sudah disibukkan oleh kegiatan atau tugas masing. Hal-hal duniawi yang membutuhkan pemikiran. Saat anak-anak kita tidak perlu memikirkan mau sahur atau buka apa hari ini, kita hanya bermain tiba-tiba saat sahur dan bukansudah ada makanan. Ketika dewasa seperti sekarang, baru rasanya mengerti menjadi orang dewasa dengan segala bebannya.


Bagiku sendiri, hal dari masa kecil yang masih ada sampai sekarang adalah imam tarawih di langgar/surau kampung halamanku. Iya, beliau masih sama. Berarti sudah lebih dari 20 tahun ini beliau selalu menjadi imam tarawih setiap Ramadan. Alhamdulillah beliau diberikan umur yang panjang meskipun sekarang kesehatan beliau mulai menurun. Semoga beliau diberikan umur yang lebih panjang lagi. Di waktu yang sama, aku juga berharap ada regenerasi agar beliau tidak terlalu capek. Tapi yang menyenangkan, para pelantun selawat di sela-sela salam saat tarawih di surau kami sudah dari anak-anak, mereka sudah berani mempraktikkan apa yang mereka pelajari. Saat tadarus pun, anak-anak juga cukup banyak.


Dulu, ada seorang temanku yang sangat rajin tarawih. Dia selalu berusaha untuk tidak bolong tarawih, apalagi dulu kan kami belum dapat haid. Dia bisa full satu bulan penuh loh tarawih, waktu itu aku kagum sekali dengannya. Sekarang saat sudah besar aku paham apa yang dirasakan oleh temanku itu. Nikmat sekali memang beribadah di bulan yang suci. Oya, temanku itu saking rajinnya dia sampai selang seling berganti hari kalau tidak ke masjid, ya ke surau. Letak rumah kami memang berada di tengah-tengah kedua rumah ibadah tersebut.


Di saat kecil, radio jadul adalah teman kami berbuka puasa sebelum ada radio digital lewat hp. Jadi biasanya kami mendengarkan itu sambil sudah siap berbuka puasa di meja makan. Sekarang radio jadul sudah tidak ada, kami hanya mendengarkan suara sirine tanda waktu berbuka dari masjid.


Dulu ada saatnya aku dan adikku tidak tidur setelah sahur, kami menunggu waktu salat subuh di langgar. Sambil menunggu biasanya ada banyak nyamuk, aku, mama, dan adikku mengambil semua nyamuk yang berjatuhan lalu meletakkannya di atas nyala bara api obat anti nyamuk yang melingkar itu.


Keindahan Ramadan masa dahulu menurutku juga terletak pada orang-orangnya. Silih berganti orang yang datang dan pergi saat kita menjalani Ramadan, ada yang pindah secara fisik ada juga yang memang jiwa dan raganya sudah berpindah ke lain alam. Itu adalah rindu terberat, seperti para tetangga, para nini datu, dan generasi di atasnya. Sekarang kami hanya bisa mengenang beliau-beliau lewat acara selamatan haulan setahun sekali di sekitar tanggal hijriah mereka meninggal.


Demikian beberapa renungan tentang kenangan Ramadan saat kecil. Bulan ini memang begitu memorable sehingga meski setelah tahun-tahun berlalu, kenangannya tetap hidup di dalam kepala kita. []

Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

Posting Komentar