Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Ceritaku tentang Tarawih

Posting Komentar

Di postingan kali ini aku akan bercerita tentang ibadah salat tarawih yang kulakukan bersama suami. Mungkin bukan sesuatu yang menginspirasi, hanya telling the story.


Suamiku selama Ramadan tarawih di dua surau yang berbeda. Sebut saja surau A dan B. Kalau aku, tidak bisa teratur seperti itu karena biasanya terjeda jadwal haid atau ada acara buka bersama yang mengharuskan aku untuk beres-beres dulu sebelum salat isya sehingga membutuhkan waktu lebih banyak. Sehingga aku skip tarawih di surau B karena jaraknya lebih jauh dari rumah.


Ada perbedaan salat tarawih di surau A dan surau B. Jumlah rakaatnya sama 23 termasuk witir tiga rakaat, 10 ditambah 2 kali salam. Yang berbeda adalah letak bacaan doanya kalau, di surau A berdoa setelah salam urutan ganjil yaitu ke-3, 5, 7, dan 9. Kalau di surau B, berdoa setelah salam urutan genap yaitu ke-2, 4, 6, 8. Penyebutan selawat untuk keempat sahabat nabi juga mengikuti waktu berdoa itu.


Sejak kecil aku sudah notice dengan urutan surat pendek yang dibaca saat tarawih. Makanya kalau sedang lupa sudah salam ke berapa, aku tinggal mendeteksinya dari surat pendek di rakaat pertama jika di separuh pertama bulan Ramadan dan di rakaat kedua jika di separuh terakhir bulan Ramadan. Urutannya sesuai juz amma kan, makanya dulu itu aku pastikan kalau menghafal surat pendek sesuai urutan itu. Dari belakang ke depan.


Kadang-kadang, kami juga salat di masjid besar di kota. Biasanya itu setelah kami buka puasa di sekitar kota, bukan di rumah. Maklum, jarak rumahku ke kota sekitar setengah jam. Di masjid ini juga ada beberapa hal berbeda yang kuamati dalam pelaksanaan salat tarawihnya. Salah satunya adalah ada sebagian jamaah yang keluar setelah 4 kali salam. Mereka mundur ke barisan belakang, lalu mengerjakan salat witir tiga rakaat. Ya, ini berarti mereka yang salat tarawihnya 11 rakaat termasuk witir.


Di masjid terbesar kedua di kotaku menerapkan bacaan surat pendek satu juz dalam semalam.  Sehingga jika ditotal satu bulan Ramadan itu bacaan surat pendeknya khatam alquran 30 juz. Keren sekali bukan? Bukan hanya tadarus tetapi sambil tarawih pun sudah bisa khatam. Jujur, aku dan suami belum pernah tarawih di sini sih.


Ada kalanya kami juga tarawih di masjid atau surau antah berantah yang kami lewati dalam perjalanan. Seru juga rasanya tarawih di tempat yang berbeda-beda, menambah kaya pengalaman. Bagiku perbedaan tidak perlu dijadikan perdebatan.


Pengalaman terbaruku adalah salat witir 3 rakaat dalam 1 kali salam. Waktu itu buka puasa bersama. Sebagian dari kami ada yang memutuskan untuk salat tarawih bareng di musala kantor aja karena kalau pulang ke rumah masing-masing takut tidak sempat. Dengan imam salah satu dari kami, kami mengerjakan salat tarawih 11 rakaat termasuk witir dengan 5 kali salam. 


Aku jarang salat tarawih sendiri di rumah, sangat mungkin mengantuk dan kurang bersemangat. Kalau di surau atau di masjid, meskipun ngantuk setidaknya saat melihat orang lain, aku jadi ikutan semangat dan gerak juga.


Ya demikian ceritaku mengenai salat tarawih. Ada banyak hal trnyata yang bisa diceritakan dari pengalaman pribadi di setiap Ramadan. Semoga kita bisa terus bertemu Ramadan di tahun-tahun berikutnya dalam keadaan yang sehat dan bisa beribadah full kepada-Nya. [] 

Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

Posting Komentar