Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Pengaruh Sekitar terhadap Perangai Buruk

4 komentar

Beberapa waktu yang lalu aku ketemu sama orang yang punya perangai buruk. Well, aku jarang komplain sama kekurangan orang. Pertama, karena aku sadar aku juga enggak sempurna. Kedua, aku bukan tipe yang peduli dengan sifat orang lain selama enggak ada hubungannya sama aku. Ketiga, kekurangan orang juga kadang bukan hal yang disengaja atau bahkan itu bukan hal yang bisa diubah.


Nah, kenapa aku akhirnya ngeluh tentang kekurangan orang ini. Karena yang kukomplain ini adalah tentang perangai, sesuatu yang sebenarnya bisa diubah. Seandainya kekurangannya berupa fisik, keadaan ekonomi, latar belakang keluarga, atau kapasitas otak, aku jelas enggak bakal misah-misuh dan nulis ini sekarang. Beberapa hal terakhir ini bukan kekurangan yang patut aku komentari dan enggak ada gunanya juga sebenarnya buat aku kalau misalnya aku ngutak-ngatik sisi ini di kehidupan orang lain.

Balik ke orang yang berperangai buruk ini. Hal yang paling membuatku jengkel adalah dia tidak memberi kesempatan kepada orang lain untuk mengatakan pendapat. Ia hanya berbicara tentang apa yang ia pikirkan dan hampir semua yang keluar dari mulutnya dapat membuat yang mendengar sakit hati. Menjengkelkan sekali bukan?

Setelah meluapkan kejengkelan dengan teman sependengaran, ketika orang tersebut pergi, aku akhirnya menyadari satu hal bahwa aku seharusnya KASIHAN dengan orang ini dibanding merasa jengkel.

Orang dengan tipe yang suka nyalahin orang lain kayak dia ini pasti belum pernah disentil sama orang lain, bahkan orang terdekatnya. Apakah mereka tidak peduli atau memang merasa apa yang dilakukan oleh si A ini bukan sesuatu yang salah?

Jika kemungkinan pertama benar, dia mengenaskan sekali. Bahkan orang-orang terdekatnya pun tidak peduli apakah dia akan menjadi baik atau jahat di kehidupannya. Sifat buruknya dibiarin aja gitu sampai mendarah daging dan jadi karakter yang permanen.

Jika kemungkinan kedua yang benar, maka itu tidak kalah mengenaskan. Berarti selama ini hidupnya dikelilingi oleh orang-orang yang juga mempunyai sifat buruk, setidaknya orang-orang ini tidak merasa terganggu dengan sifat buruk yang dimiliki oleh A. Dunia macam apa itu.

Sebelum bertemu dengan orang ini aku memang pernah mendengar selentingan kabar tentang sifat buruknya. Dengan berniat husnozan aku tidak membiarkan diriku percaya sebelum bertemu langsung dengan orangnya. Ternyata dia memang benar-benar buruk. Aku yang baru bertemu dan hanya sebentar saja pun sudah merasa agak mual saking jengkelnya. Bagaimana mereka yang selalu dan sering berada di dekatnya? Entah.

Pelajarannya adalah jangan sampai kita punya sifat buruk juga dan jika kita punya kecenderungan untuk bersikap bodoh, cari lingkungan yang mendukung untuk berubah ke arah yang lebih baik. Mereka yang beneran sayang kepadamu, tak akan selalu setuju dengan keputusanmu. Bahkan tak jarang mereka adalah penentang utama kelakuanmu.

Kamu sebal? Seharusnya jangan, karena hal tersebut untuk menjagamu. Karena umumnya yang mereka tentang adalah hal-hal yang akan mencelakakanmu. Mereka bakal malu kalau perbuatanmu buruk. Mereka akan susah kalau kamu tercela. Makanya mereka menentangmu sebelum terlanjur. Mereka bak sarung senjata yang akan mengamankanmu tanpa membuat luka orang banyak. So, jangan senang dulu kalau tak ada yang mengecammu padahal kamu melakukan banyak hal suka-suka. Belum tentu orang-orang suka. Mungkin karena tak ada yang sayang padamu, tak ada yang acuh apakah kamu akan kena hujat atau cela.

Selain nasihat untuk orang lain, nasihat ini juga kutujukan kepada diri sendiri. Tidak enak menjadi orang yang punya sifat buruk, tapi tidak ada yang mengingatkan. Lebih tidak enak lagi jika kita punya perangai buruk tapi kita sendiri tidak sadar. Naudzubillah. []
Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

4 komentar

  1. Sedih juga ya kalau ada teman yang sifatnya buruk tapi kalau mau memberitahu takut ia tersinggung karena mungkin kita nggak terlalu dekat. Kita bantu doain semoga bisa berubah ya..

    BalasHapus
  2. Bener banget mbak, lingkungan sekitar sampai lingkungan prgaulan menjadi persentase yg cukup besar

    BalasHapus
  3. Langkah terbaik memang menasihati dengan baik-baik namun tidak menggurui. Tetap berbuat baik dan menyadarkan dia dari kekeliruannya. Butuh effort memang untuk menyadarkannya. Hanya dengan pengetahuan dan ilmu agar dia faham bahwa perangainya tersebut buruk.

    BalasHapus
  4. Semoga kita bisa lebih mawas diri dan terhindar dari hal2 negatif

    BalasHapus

Posting Komentar