Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Piknik ke Pantai Turki

Posting Komentar
Salah satu pantai yang sedang hits di Kalimantan Selatan adalah Pantai Turki. Aku dan teman-teman pun tak ingin ketinggalan. Setelah stalking foto-foto orang yang sudah pergi ke sana, kami memutuskan untuk piknik ke Pantai Turki pada tanggal 9 Maret 2018. Laut biru dan langit lepas yang terekam dalam foto-foto tersebut membuat kami memiliki ekspekstasi yang tinggi terhadap pantai yang terletak di wilayah Kabupaten Tanah Laut ini.


Langit cerah yang mengiringi perjalanan kami menuju Pantai Turki seolah mendoakan agar pengalaman menyenangkan akan menyambut kami setiba di tujuan. Bermodalkan peta Mbah Google –karena semuanya belum pernah ke sana, kami pun mulai menyusuri jalan provinsi dari Kabupaten Hulu Sungai Tengah hingga Tanah Laut. Tiba di Kota Pelaihari yang merupakan ibukota Kabupaten Tanah Laut, kami masih harus melanjutkan perjalanan ke arah Kabupaten Tanah Bumbu.

Melihat jalur yang tertera di Google Maps, Pantai Turki cukup dekat dengan Pelaihari. Ternyata masih cukup jauh dan perjalanan cukup membosankan jika saja teman-temanku di dalam mobil tidak selalu bercanda. Kubilang membosankan karena di kiri kanan jalan hanya ada deretan kebun karet atau kebun sawit. Homogen. Bagus sih untuk menyegarkan mata karena dominasi warna hijaunya, tetapi ya itu membosankan.

Setelah sempat nyasar akibat terlalu percaya dengan Google Maps, kami akhirnya tiba di pintu gerbang Pantai Turki. Oya, akhirnya aku tahu mengapa pantai ini disebut Pantai Turki. Karena pantai ini terletak di Desa Tungkaran Kiri yang disingkat menjadi Turki.

Di pintu masuk pantai, kami harus membayar sepuluh ribu rupiah sebagai tarif retribusi. Dari pintu gerbang,lokasi pantai ternyata masih cukup jauh untuk berjalan kaki. Kami kemudian parkir di bawah sebuah pohon, di tepi pantai. Tepi pantai ini berupa semacam tebing yang luas tapi tidak terlalu tinggi, pantai terhampar di bawahnya.

Hijo

Tebing ini berfungsi sebagai tempat parkir, musala, toilet dan kamar mandi, rumah pohon, gazebo, dan beberapa toko souvenir kecil. Untuk ukuran pantai yang baru saja berkembang, fasilitas-fasilitas tersebut cukup lengkap. Semoga tetap terus terjaga agar wisatawan tetap berdatangan ke sana.

Hal pertama yang kami lakukan saat tiba di sana adalah salat zuhur karena waktu sudah siang. Musala yang kecil kewalahan menampung pengunjung pantai yang membludak untuk melaksanakan salat. Kami harus pintar-pintar mencari celah untuk membentangkan sajadah dan bergantian. Sebelumnya kami juga cukup lama antri ke toilet dan wudu.

Selepas salat, kami menyewa salah satu gazebo seharga 50 ribu rupiah. Di gazebo tersebut kami membuka bekal yang memang sudah dipersiapkan sebelumnya. Makan siang dengan menu yang cukup enak pun kami laksanakan, rasanya benar-benar seperti piknik.

Piknik!

Laut pantai Turki ternyata tidak sebiru yang ada di foto, tapi soal kebersihan pantainya memang masih oke. Dan tentu saja masih indah saat dipandang, apalagi dengan limpahan cahaya yang maksimal pada siang hari seperti saat itu.

Matahari yang bersinar terang di atas sana membuat kami para cewek-cewek malas menceburkan diri ke air laut. Rasanya seperti menyerahkan kulit ke matahari, bakar saja aku. Huh. Jadi, kami hanya duduk-duduk di salah satu meja dan kursi santai yang untungnya ada payungnya. Sambil foto-foto tentunya.

Cukup lama kami ber-wefie dan ootd di titik pantai tersebut sebelum akhirnya memutuskan berjalan menuju sisi lain pantai. Di sini kami menemukan papan nama Pantai Turki yang kece. Kamera pun di-on-kan kembali. Jepret-jepret. Gitu aja terus sampai waktunya pulang.

Belum afdal kalo nggak foto di sini

Aku sendiri sampai lupa ingin naik rumah pohon yang ada di dekat musala saking asyiknya di pantai. Padahal kata teman yang cowok, tempatnya enak sekali di atas sana. Bahkan ia salat di sana ketika musala dipenuhi oleh bu-ibu yang berdesakan antri untuk sembahyang. Mungkin lain kali kalau aku ke Pantai Turki lagi harus naik ke sana. 

Oh ya, aku juga tidak sempat cuci mata ke toko-toko souvenir. Meski sama sekali tidak berniat membeli barang, tapi seenggaknya nengok gitu. Duh, cewek. Tapi ada kok temanku yang sempat melipir ke sana, mereka beli topi pantai sama kacamata hitam. Dan, yang menjadi bahan ledekan teman cowokku adalah bajuku sama sekali tidak basah. Iya, karena aku enggak nyebur sedikit pun ke laut. Malas basah-basahan saat terik begitu.

“Belum ke pantai kalau tidak berenang di laut,” ledeknya.

Terserahlah. Lain kali aku harus memilih cuaca yang lebih adem saat ke pantai dan waktu yang lebih ramah untuk berenang, pagi atau sore misalnya. Aku tidak mau ambil risiko meski sudah pakai sunscreen. Fix, masih harus ke pantai lagi.

Panas, cuy!

Menjelang sore, kami akhirnya kembali menuju rumah. Pulang dengan kenangan menyenangkan tentang Pantai Turki. Terlebih, kami ‘berhasil’ piknik setelah merencanakan berbagai hal dan belum pernah terwujud. Sampai jumpa, Pantai Turki![]
Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

Posting Komentar