Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Catatan Pasca-sekolah Pra-kuliah

Posting Komentar
Well, sebenarnya tak terlalu buruk bersikap seperti anak manis di rumah. Agak terasa mengesankan malah –setidaknya bagi ibuku- di saat-saat senggang yang panjang dan membosankan ini. Masa 4 bulan, lebih bahkan, yang kosong dari kegiatan belajar, seperti dulu saat masih sekolah. 

Kekosongan ini sebenarnya sangat ingin ku isi dengan kegiatan yang kusenangi dan tak bisa sering kulakukan waktu sekolah. Berkemah misalnya, dengan teman-teman pramuka. O..ouw, betapa itu sangat menghilangkan stres –tingkat terendah-ku karena ketiadaan kegiatan. Sayang sekali, sepertinya ortuku tidak berpikiran yang sama denganku. Mereka mengira dengan membiarkanku tanpa kegiatan di rumah, mampu membuatku yang sering sibuk, merasa tenang dan senang. Huh, aku sangat mati rasa kalau harus berdiam diri tanpa hal lain yang bisa ku lakukan selain rutinitas makan-tidur. Rasanya seperti ada yang membunuhku pelan-pelan.





Selama fase ini –anggaplah semacam fase pancaroba, peralihan antara dunia sekolah dan kuliahku nanti- ternyata aku hanya diberi izin satu kali terakhir untuk ikut berkemah. Hufft!! Ada yang memalu kepalaku rasanya, saat ingat izin tak berlaku lagi setelah itu. Dampaknya sangat hebat, mampu membuat hubungan ortu-anak membeku. Hanya mencair ketika sesuatu terjadi, semacam bencana kecil kurasa. Kalau tak percaya, kau tak kenal aku berarti.


Setelah hatiku agak membaik, aku mencari cara lain untuk mengisi kekosongan ini. Macam-macam. Sampai aku harus melakukan sesuatu yang tak seharusnya kulakukan, saking capenya berdiam diri. Adikku yang paling sering jadi tumbal kalau aku lagi konyol ;). Tapi, lagi-lagi bosan mengunjungiku, kalau kegiatan yang kulakukan harus berakhir.

Tentu saja selama berada dalam fase ini, aku banyak menghabiskan waktu di rumah. Meski kalau aku ke mana-mana (jalan-jalan maksudku, bukan berkemah), tak sulit juga dapat izin. Tapi jalan-jalan tanpa tujuan bukan hobiku, meski tidak praktis kumpul-kumpul dengan teman dapat dikategorikan sebagai acara tanpa tujuan. Senang rasanya jika itu bisa sering kulakukan. Masalahnya sebagian besar teman-temanku lagi sibuk-sibuknya sekarang, ngurus ini-itu untuk persiapan kuliah. Lengkap sudah.

Hikmah yang kudapat dari liburan panjang ini pun tak dapat dibilang sedikit, sempurna malah. Aku bisa jadi lebih dekat dengan keluarga. Menghabiskan terlalu banyak waktu bersama mereka sekarang seakan ingin menutup kerinduanku nanti pada mereka di awal. Dan sepenuh hati aku menyadari dengan ringisan, bahwa waktu kosong yang melimpah ini juga akan sangat kurindukan di tengah kesibukan kuliahku nanti. Tak sedikit kakak yang mengingatkan aku tentang sulitnya mencari waktu senggang saat kuliah, kecuali kalau kau mau menghabiskan waktu lebih dari seharusnya untuk kuliah karena harus mengulang.

www.kaskus.co.id

Berbicara tentang kesendirian, aku sebentar lagi akan merasakan hari-hari itu. Pada awal-awal kuliah nanti, satu bulan lebih beberapa hari dari hari ini. Sedih terkadang karena harus meninggalkan orang-orang terdekat yang mengelilingiku sekarang. Tapi aku harus tetap semangat, karena aku tahu mereka menginginkan aku begitu. Lagipula aku sudah sangat merindukan proses belajar, belajar dalam arti sempit; membaca buku, mencatat, mengulang pelajaran, menghafal kalau perlu, sibuk belajar semalaman saat besok hari akan ada ulangan. Meski rasanya sangat munafik kalau saja aku memikirkan ini saat sedang sekolah.

Sekarang waktunya menikmati kekosongan yang –kadang kusadari- sangat berarti. Menghabiskannya dengan lebih banyak di rumah dan berkumpul keluarga.

Kembali ke topik awal; kesibukanku di rumah. Sebenarnya aku yang mencari si sibuk, bukan dia yang mendatangiku. Aku menyibukkan diriku dengan membaca (my hobby) banyak novel pinjaman, itu sangat membantu. Hal itu pula yang menyebabkanku seperti bertapa, mengurung diri di dalam kamar jika tak ada kegiatan mandi-makan-mencuci. Efek sampingnya –seperti minum obat memang- ibuku tak suka. Ouwh, tahulah aku apa yang diinginkannya setelah panjang kali lebar ceramahnya. Menjadi anak baik. Anak perempuan yang baik. Yang artinya aku harus pintar masak. Aku memang agak bermasalah dengan keterampilan wajib untuk perempuan ini. Entah kenapa, aku kadang suka kadang nggak kerja rodi di dapur. Hehe. Tapi kalau sendirian dapat dipastikan aku senang masak-masak. Aneh memang, aku menyukai hal yang tak kusukai saat sendirian.[]
Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

Posting Komentar