Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Spektrum Kepribadian

17 komentar

Aku bisa menuliskan detail panjang tentang sebuah hal kecil berikut pikiran dan perasaanku mengenainya lalu membagikannya di media sosial. Tapi aku juga bisa menahan diri untuk tidak menceritakan pendapat atau pengalamanku tentang sebuah hal yang umum karena pertimbangan tertentu, bahkan saat ada yang bertanya. 

Apakah aku memiliki kepribadian terbuka atau tertutup? Seperti banyak hal di dunia ini, menurutku itu tidak dapat dipolarisasi. Kita hanya bisa memandangnya sebagai sebuah spektrum. Setelah melihat lebih condong ke mana arahnya, jika kamu ingin membuat definisi, itu sah-sah saja. Aku menyebut bahasan ini sebagai spektrum kepribadian. Ini hanya istilah yang tiba-tiba terpikirkan olehku, mungkin belum ada penelitian empiris mengenainya.


In another case, aku punya tingkat kemalasan yang menurutku cukup parah. Jika sudah mager ya mager saja, jangan harap kalau bukan deadline atau situasi mendesak aku mau mengerjakan sesuatu. Tapi di situasi lain, aku juga dikenal sebagai anak yang rajin -tanpa bermaksud riya, pakai banget. 


Kemalasan dan kerajinanku ini berhubungan erat dengan spektrum mood-ku yang cukup luas. Seperti manusia pada umumnya, my mood is up and down. Meski menurutku, waktu berubahnya juga tidak secepat itu. Makanya aku bisa bilang jika kondisi hatiku sebagai suatu fase, karena dia tidak se-plin-plan itu. Kadang di fase bersemangat, kadang di fase ya-udah-malas-aja.


Contoh lain, aku punya teman yang memiliki spektrum emosi cukup luas. Pada satu waktu ia cukup tenang, di waktu lainnya dia terlihat seperti tidak bisa diganggu. Aku menyebutnya sebagai mode senggol bacok. Saat kebetulan dia mengungkitnya, aku bilang kalau dia menakutkan di saat seperti itu. Untungnya komentar pedasku tersebut tidak berdampak buruk pada hubungan kami hingga sekarang.


Apa spektrum kepribadian selalu luas atau hanya karena kita belum kenal orangnya saja? Tidak juga menurutku. Ada beberapa hal dalam diriku yang menurutku akan tetap di area yang sama meski pemicu eksternalnya berubah-ubah. I know my self very well, some value just stay there. Maybe this is called consistency.


Temanku yang lain punya spektrum emosi yang sempit, kalau tidak bisa kukatakan flat. Most of the time aku menghabiskan waktu dengannya, emosinya ya memang di sekitar level itu-itu saja kalau aku bisa menggambarkannya dalam tingkatan. Bukannya dia tanpa emosi, tapi emosinya konsisten. If you know what I mean, you know. Catat, emosi di sini literally emosi secara harfiah ya. Bukan emosi yang dimaknai sebagai gejolak perasaan negatif.


Apakah spektrum kepribadian bisa berubah? Mungkin saja. Baru-baru ini, aku menyadari tingkat kepedulianku kepada orang lain lebih lebar daripada biasanya. Aku tidak bisa bilang ini lebih baik atau lebih buruk, hanya saja ini berbeda dari aku sebelumnya. Aku jadi lebih memperhatikan hal-hal di luar diriku, hal-hal yang sebelumnya luput dari pengamatanku. Aku dapat menduga apa sebabnya, tapi mengantisipasi akibatnya menurutku lebih penting. See, sangat mungkin spektrum kepribadian berubah berdasarkan faktor internal atau pun eksternal. We are just human who have fluidity.


Lalu untuk apa spektrum kepribadian ini kuamati? Hanya untuk membuatku semakin menyadari bahwa manusia itu kompleks. Semakin sempit suatu spektrum kepribadian, semakin mudah untuk mendefinisikan seseorang. Namun pada spektrum yang berbeda, batasannya bisa jadi sangat luas dan itu kadang membuat kita tidak dapat mengenali seseorang -bahkan jika dia adalah diri kita sendiri. []


Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

17 komentar

  1. setuju banget, manusia itu kompleks dan bias berubah-ubah. sulit untuk mempelajari manusia seutuhnya :')

    BalasHapus
  2. Ahh i see, sebenernya spektrum kepribadian ini juga ngga hhanya dari diri sendiri ya ngga sih kak? Tapi juga lingkungan sekitar kita juga yang turut mendukung berubah atau tidaknya spektrum kepribadian kita

    BalasHapus
  3. Jujur awalnya saya termasuk berkepribadian terbuka. Gaul, bebas dan menyenangkan. Tapi setelah berumah tangga, mengikuti kehidupan pihak suami, jadi perlahan tertutup dan sekarang banyak yg bilang aku tidak bergaul dengan sekitar.
    Perubahan ini memang saya rasakan meski saya merasa sikap dan kepribadian saya tidak berubah.
    Tapi lama-lama mungkin karena terbiasa, merasa nyaman akhirnya begini ini tak bersosialisasi secara langsung jadi kepribadian. Ramai ramai dan terbuka saya jadi mulai merasa tidak betah

    BalasHapus
  4. Mungkin dengan mengamati spektrum kepribadian sendiri jadi bisa mengira2 seperti apakah kepribadian kita..
    Aku pun juga merasa begitu kalo sedang rajin semua akan dikerjakan dengan tepa waktu namun adakalanya juga saya sedang tindak ingin melakukan apa2 namun hal itu mungkin hanya beberapa hari saja mungkin bisa dibilang semacam recharge energi :)

    BalasHapus
  5. setiap manusia itu unik ya Mbak
    Meskipun sama-sama memiliki sifat introvet misalnya, nyatanya tetap tidak sama
    mungkin seperti itu ya yang dimaksud spektrum kepribadian menurut Mbak Rindang

    BalasHapus
  6. Menarik ini, jadi penasaran dengan spektrum kepribadianku sendiri. Memang manusia itu kompleks ya, dan ternyata semakin sempit suatu spektrum kepribadian, semakin mudah untuk mendefinisikan seseorang

    BalasHapus
  7. Masya allah penting juga ya mengenal spektrum kepribadian agar kita saling menghormati dan memahami diir kita dan orang lain

    BalasHapus
  8. Hal yang sama pun kurasakan Mbak. Kadang aku di fase rajin, kadang di fase malas. Tapi menurutku seru sih mengamati aneka macam kepribadian di sekitar kita. Hingga pada akhirnya kita pun jadi mendapatkan ilmu bagaimana cara menghadapi masing-masing orang saat berteman, berkomunikasi, dan hubungan sebagai makhluk sosial lainnya.

    BalasHapus
  9. Memahami diri sendiri aja kadang sulit ya mba. Apalagi orang lain. Bikin capek lelah laper

    BalasHapus
  10. wah aku masih belum tahu nih spektrum kepribadianku kayak apa. tapi kayaknya bukan termasuk yang gampang berubah sih moodku kecuali jika terjadi beberapa hal yang memang bisa mempengaruhi mood

    BalasHapus
  11. Wuah, aku jadi belajar membaca spektrum kepribadian anak-anakku untuk bisa menentukan apa yang harus aku lakukan kalo mereka lagi di mode tenang, dan mode senggol bacok. karena anakku lonjakannya cukup tajam di saat-saat tertentu. heuheu... terima kasih insight nya mbak.

    BalasHapus
  12. Spektrum kepribadian ini bisa divalidasi menggunakan MBTI test kan yaa..?
    Tapi aku setuju untuk gak terpaku dengan hasil tes tersebut. Namun biasanya nih.. kalau uda tes, jadi kegambarkan banget kepribadian seseorang, walaupun pasti ada masa-masa fluktuasi.

    Memang moody ini butuh tau akar masalahnya yaa..
    Dan ujung-ujungnya, kudu diri sendiri juga yang bisa menjawabnya.

    BalasHapus
  13. Emang penting banget sih menurutku mba...untuk mengenali dirisendiri. Agar bisa membawa diri dengan baik dan tahu cara menempatkan diri dengan tepat sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.

    BalasHapus
  14. Ya ampun, mendadak aku insecure, jadi pengen mengetahui spektrum kepribadian sendiri. Punya problem tiba-tiba suka loathe berlebihan, kasian kalau anak-anak kena pelampiasan huhu

    BalasHapus
  15. Wah, bener banget! Kepribadian kita tuh emang bisa berubah seiring waktu. Namanya juga manusia, pasti terus berkembang, nggak pernah statis!

    BalasHapus
  16. Saya suka belajar psikologi kepribadian untuk memahami diri sendiri dan bagaimana supaya saya bisa.berkomunikasi dengan orang lain. Dulu yang populer itu Koleris Sanguinis Melankplis Plegmatis. Sekarang ada MBTI. Ini lumayan membantu dalam memahami emosi.

    BalasHapus
  17. menarik kak...kepribadian memang tak bisa gampang ditebak seperti 1 tambah 1 sama dengan berapa (meski kalo menurut jerome ini pasti bisa dibikin rumit juga yaa) selamat menyelami kepribadian mbaa

    BalasHapus

Posting Komentar