Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Hal-hal di Luar Kendali yang Membuat Sedih

5 komentar

Kali ini aku akan bercerita mengenai hal-hal yang membuatku sedih. Bukan karena aku fokus pada hal negatif ya, tapi karena aku sudah banyak bercerita tentang hal-hal yang membuatku bahagia.



Kali ini aku ingin mengenal diriku sendiri lebih dalam dari hal-hal yang membuatku sedih. Sengaja kupilih hal-hal di luar kendali diriku. Hal-hal yang berada di dalam kendaliku meski sedih rasanya masih bisa kuemban karena aku punya kontrol atas itu. Aku bisa menyelesaikan masalahnya saat aku mau. 


Tapi untuk hal-hal di luar kendali, aku hanya bisa berdoa dan terlibat semampuku. Hasil akan kembali pada yang bersangkutan.


Berikut adalah hal-hal di luar kendali yang membuatku sedih.


1. Orang-orang Terdekat Sakit

Aku sedih sekali saat ada orang terdekat sakit, baik keluarga atau teman. Rasanya ingin selalu mendukung dan berbuat apa saja agar mereka bisa kembali sembuh. Bahkan saat mereka sehat dan melakukan hal yang berpotensi dapat membuat mereka sakit, aku bisa marah. Aku takut mereka sakit. 


Penyebab utama orang sakit ada di pola makan yang nggak sehat. Oleh karena itu salah satu doaku selesai salat adalah untuk minta disehatkan diri dan orang-orang terdekatku.


2. Orang-orang di Sekitar Bersengketa

Aku tidak menemukan kata yang lebih tepat daripada sengketa. Terpikir olehku menggunakan kata berkelahi atau berantem. Tapi itu terdengar sangat phisically. Sengketa di sini maksudku adalah clash atau ketidaksepakatan terhadap sesuatu sehingga menyebabkan suasana menjadi dingin.


Sebagai orang yang berada di antara orang bersengketa tentunya tidak nyaman. Meski tidak ada perseteruan yang terlihat secara nyata tapi aura permusuhan yang menguar di udara sungguh menyesakkan napas. 


Orang-orang yang berseteru cenderung saling menghindari satu sama lain. Komunikasi tidak berjalan dengan lancar. Boleh jadi kita yang berada di tengah harus menjadi perantara dan itu bukan solusi sebaik mereka berbicara sendiri.


Kondisi seperti ini membuatku sedih karena rasanya tidak nyaman sekali. Sebagai orang luar saja aku ikut terdampak apalagi mereka yang bersengketa pasti hati rasanya tidak tenang.


Aku selalu berdoa untuk semua orang yang sedang berseteru agar segera baikan. Karena satu musuh itu terlalu banyak, dunia menjadi jauh lebih sempit hanya untuk menghindari satu orang.


3. Mindset Orang-orang tentang Materi

Orang-orang di sini terutama adalah orang-orang terdekatku baik secara fisik maupun hubungan darah, tapi secara umum juga meliputi orang-orang lainnya. Pandangan bahwa harta, gengsi, brand, status adalah segalanya yang mereka anut membuatku sedih.


Mindset tersebut mempengaruhi cara mereka berperilaku terhadap kepemilikan. Mereka mengagungkan segala kehormatan terhadap materi. Tidak semua memang, tapi sebagian besar orang yang kukenal berpikir seperti ini.


Aku sedih karena materi-sentris ini dapat merusak hidup mereka. Mindset ini berpotensi menyulitkan mereka, misal tidak mendahulukan yang lebih urgent seperti menabung atau investasi daripada berbelanja, atau bahkan bisa terlilit utang.


Di sisi lain aku tak bisa memaksakan pandanganku ke orang lain. Aku hanya bisa berdoa agar hidup mereka diberikan jalan yang lurus dan mudah. Amin.


4. Berita-berita Kriminal dan Bencana di Luar Sana

Iya bahkan jika korbannya bukan orang terdekat aku juga tetap sedih. Baru-baru ini di tempatku berdomisili santer berita tentang pembunuhan seorang remaja yang diduga diawali pemerkosaan juga. Sebab musababnya padahal sepele sekali. Aku ngilu membayangkannya.


Dan baru saja kemarin ada berita tentang bangunan Alfamart 3 lantai yang roboh di Gambut, Kalimantan Selatan. Ada yang tewas, tertimbun, dan luka-luka. Rasanya sedih sekali mengingat korban dan keluarganya. Musibah menimpa mereka secara tiba-tiba.


Dengan alasan ini pulalah aku menghindari nonton berita kriminal di televisi. Apalagi sengaja membacanya di medsos, tidak akan kulakukan. Jika suatu berita buruk sampai kepadaku berarti berita itu memang benar-benar besar. Aku hanya bisa berdoa untuk semua korban dari musibah yang kudengar.


5. Kehilangan Hewan Peliharaan

Di rumahku, selalu ada kucing peliharaan. Mati satu, beranak lima. Sehingga tak pernah putus. Setiap kucing yang kami pelihara hilang atau mati. Aku selalu merasa mellow. Sedih. Aku memang belum pernah kehilangan seseorang yang begitu dekat, selain nenek. Jadi tidak terbiasa kehilangan.


Dan beberapa waktu yang lalu ikan hias di akuariumku hampir mati. Aku sedih sekali. Simak deh ceritanya.


Pagi ini teriakanku berhasil membuat orang rumah berkumpul. Aku melihat ikan di akuarium mengambang dalam posisi terbalik. Setelah berteriak aku menjauh, suami menengok ke penyebab teriakan. "Masih hidup," katanya.


Aku segera mengambil ikan tersebut dengan saringan teh, menaruhnya di baskom, dan mengalirkan air keran di atasnya dengan volume kecil. Aku melihat ikan malang tersebut insangnya megap-megap kesulitan bernapas. Semua orang di rumah tahu, penyebab tragedi ini karena filter aeratornya rusak.


Sudah sering aeratornya ngadat. Lebih dari sekali setiap hari aku mampir di meja akuarium untuk mengaktifkannya dengan cara-cara yang hanya diketahui setelah melakukannya. You know what I mean. Itu berlangsung selama berbulan-bulan.


Aku terlalu sibuk untuk membeli atau hanya sekadar meminjam ke tempat keluarga yang aeratornya tidak lagi terpakai. Sempat terpikir untuk memberikan ikan ini ke keluarga yang juga punya akuarium, tapi segera kutepis pikiran tersebut. Ikan ini bisa jadi pemangsa bagi ikan-ikan mini di akuarium. Mau dibebaskan ke sungai, takut dimakan ikan besar.


Aku memang sehalus hati itu kalau punya peliharaan, makanya nggak pernah sengaja beternak atau adopsi pet animal. Akuarium beserta isinya ini hadiah, jadi mau tak mau harus dirawat. Aku bertekad untuk tidak lagi memelihara ikan setelah yang ini mati. 

Usia ikannya memang sudah sepuh. Warna sisiknya sudah memudar, di bagian kepala ada semburat merah yang kupikir itu penanda umur ikan ini tak lagi muda, bagian tubuhnya ada yang mulai kempes seperti manula yang mengalami keriput.


Lalu mengapa tidak dibiarkan mati saja biar tidak lagi repot? Sayanglah. Usia hewan sama berharganya dengan makhluk hidup lainnya. Selama masih bisa diusahakan, lakukan.


Anak kecil yang sering datang ke rumah pernah bilang, "Goreng saja." Astaga mentang-mentang si ikan kecil sudah gendut. Aku teringat dengan perlakuannya pada ikan hias sepuluh ribuan di acara hajatan yang ia beli pagi, sore sudah mati. 


Selain aku, yang lain juga kalang kabut mencari aerator sementara sebelum beli di tempat yang jauh. Ada yang pinjam ke tempat keluarga, ada yang ngambil aerator kolam ikan yang sudah mati suri which is kebesaran dan terlalu deras. Hasilnya di tengah-tengah kehectican pagi hari, semua berjibaku membidani ikan oren. Kalau kamu lihat hasil perpaduan aerator sementaranya pasti akan takjub. Kolaborasi antara pengetahuan yang didapatkan secara otodidak dan rasa kasih sayang sesama makhluk hidup.


Aerator rakitan tersebut dipasang pada drum tadahan air hujan yang dijadikan akuarium sementara saat akuarium aslinya dikuras. Si oren masih lemah lesu lunglai saat dipegangi mendekat ke kucuran air, dia aharus mengonsumsi oksigen sebanyak mungkin. Sampai aku pergi, dia masih lemas. Aku berangkat dengan perasaan sedikit lega, setidaknya dia tidak mati.


Sepulang kantor, dia sudah berenang-renang di lautan dalam eh bagian terdalam drum. Kukira dia senang mencicipi lumut, ternyata dia masih stres meski sudah tidak lagi dalam posisi terbalik seperti tadi pagi.


Akuarium yang sudah bersih dan rapi beserta aerator baru pun disetting, ikannya dimasukkan. Lama dia bersembunyi di bagian bawah akuarium, masih stres. Proses aklimatisasi.


Menuju larut malam, barulah ia terbiasa dan mulai berenang-renang ke seluruh bagian akuarium. Senangnya.


Pesan moral: jangan tunda lakukan apapun yang berhubungan dengan hidup mati seekor ikan apalagi seorang manusia.


Demikian hal-hal di luar kendali yang dapat membuatku sedih. Semuanya kadang tak bisa dihindari apalagi untuk hal-hal yang tak bisa dikendalikan. Aku hanya harus mengendalikan hatiku agar tidak jatuh terlalu dalam pada kesedihan.


Apakah kamu juga punya hal-hal di luar kendali yang membuatmu sedih, Teman? Jika ada cerita yuk di kolom komentar. Ditunggu ya. []

Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

5 komentar

  1. Sama nih mbak, aku kalau kucingku mati sedihhhnya. Bahkan sulit banget buat move on. Karena memang sudah sangat dekat. Kucing2 di rumah sudah bukan sekadar hewan peliharaan. Mereka sahabat dan keluarga buatku

    BalasHapus
  2. aku kalau misal membayangkan kehilangan anak tuh bisa langsung nangis bombay pokoknya sampai harus istigfar karena suka berpikir yang tidak-tidak

    BalasHapus
  3. kalau berkelahi terlalu frontal, bisa ganti berseteru, bertikai, berselisih. aku lebih milih gak melihara hewan apa2 krn khawatir zalim. tapi suami dan anak2 selalu aja adopsi kucing, padahal mati dan hilang aja endingnya

    BalasHapus
  4. MasyaAlloh, halus sekali perasaan ka rindang. Kalau saya hal yang bikin sedih selain anak sakit ada ketidakberdayaan saya mengatur waktu sehingga saya banyak kehilangan hal2 produktif yg bisa saya lakukan, jd berasa useless gt ka

    BalasHapus
  5. Duh jadi inget abah, beliau suka pelihara burung dan sempat hilang dih berhari hari lho kepikirannya sampai ndak enak makan ndak enak tidur

    BalasHapus

Posting Komentar