Mungkin jika bisa dirangkum, keguguran itu rasanya
sakit dan sedih. Sakit secara fisik dan sedih karena perasaan kehilangan. Dalam
kasusku sakit fisik lebih mendominasi dan seandainya tidak kukendalikan itu
bisa menimbulkan kesedihan yang mendalam.
Semua berawal dari flek di hari Jumat. Inginnya
Sabtu-Minggu itu aku langsung cek ke dokter obgyn langganan. Sayang, beliau
tidak praktik pada weekend. Akhirnya
pada Senin sore, aku dan suami bisa bertemu dengan beliau.
Hasil USG menunjukkan janin di dalam perutku tidak
berkembang sesuai usia kehamilan yang sudah 10 minggu. Seharusnya sudah
terdapat jantung dan berdetak pada minggu-minggu ini. Namun, bu dokter tidak
ingin terlalu cepat mengambil kesimpulan.
Beliau masih memberi waktu 2 minggu lagi kepada
kami untuk kembali kontrol ke beliau sembari diberi obat penguat kandungan
selama itu. Pada awal cek kehamilan sekitar usia janin 5-6 minggu, kabar begini
juga sudah kudengar.
Waktu itu yang menjadi masalah adalah lokasi janin
yang berada di bagian bawah rahim, terlalu dekat dengan jalan keluar. Dokter
bilang waktu itu, semoga dia bisa bertahan. Akhirnya, ia memang bertahan hingga
usia 10 minggu.
Selasa aku masuk kerja karena tidak merasa sakit
pada pagi harinya. Namun, pada siang hari perasaan mulas seperti ingin datang
bulan mendera. Aku rebahan di salah satu ruangan di kantor. Hingga waktu ashar,
aku masih merasakan rasa sakit yang sama. Selesai salat, aku rebahan lagi.
Padahal saat itu sudah waktunya pulang. Aku mempersilakan teman-teman untuk
duluan, kubilang aku minta jemput saja pada suamiku.
Waktu kuhubungi, suami malah langsung menyuruh
teman di kantor untuk mengantarku ke IGD. Nanti dia menyusul karena posisinya
masih jauh. Beruntung, teman-teman belum pulang dan mereka langsung antusias
ketika aku minta antar ke IGD.
Dengan mobil kantor, kami meluncur ke rumah sakit.
Ternyata di sana, adikku dan istrinya sudah menunggu. Aku memang menghubungi
dia ketika kesakitan di kantor tadi dan posisinya pas lagi di dekat-dekat rumah
sakit.
Saat itulah puncak rasa sakitnya terasa. Tubuhku
panas dingin dan seperti kekurangan darah, kulitku pucat. Sakitnya terasa di
bagian bawah perut. Aku tidak yakin, rasa sakit itu apakah alami atau karena
campur tangan perawat yang saat itu langsung sigap melakukan prosedur tertentu
untuk mengetahui kondisi dalam rahimku. Aku sempat berteriak saat prosedur ini
dilakukan dan membuat perawat yang menanganiku marah-marah. Ya gimana, sakit
banget itu.
Oya, di tengah deraan rasa sakit aku juga masih
harus menjawab pertanyaan dari para perawat yang mirip interogasi itu. Aku
menjawab dengan anggukan atau gelengan, dan dengan lemah bersuara jika
terpaksa. Aku sama sekali tidak membawa berkas kesehatan apapun. Siapa juga
yang berencana masuk IGD kan.
Tak banyak yang kuingat, tapi di dalam perasaan
tidak nyaman dan nyeri aku tahu beberapa bagian tubuhku ditusuk untuk diambil
darahnya. Kelak aku tahu, jarum suntik yang ditusuk berkali-kali itu karena ada
beberapa bagian yang tidak bisa mengeluarkan darah.
Ketika keluar dari rumah sakit aku juga baru
menyadari ada lingkaran di lengan kanan bagian dalam. Ketika kutanyakan pada
salah satu perawat, mungkin itu untuk uji alergi antibiotik katanya. Aku baru
ingat pernah belajar juga dulu waktu praktikum mikrobiologi. Ujinya pakai
lingkaran-lingkaran begini juga.
Contoh urinku juga diambil karena di akhir masa
perawatan IGD aku ingat perawat bilang kalau HCG-nya masih positif. Dan untuk
mengembalikan kondisi normal tubuhku, aku diinfus. Aku lupa, setidaknya ada 2-3
kantong infus yang dialirkan ke dalam tubuhku selama di IGD.
Yang cukup sulit dideteksi adalah tekanan darahku.
Karena tidak dapat diukur dengan peralatan sederhana, maka tubuhku pun
dipasangi kabel-kabel pendeteksi denyut nadi. Aku tidak tahu nama alatnya, tapi
yang jelas dia berbunyi bip-bip sesuai denyut nadiku. Aku disuruh tenang dan
tidak banyak gerak karena bunyinya akan semakin cepat jika aku bergerak sedikit
saja.
Prosedur ini memakan waktu cukup lama, aku sempat
tidur berkali-kali sebelum alatnya dilepas. Mungkin sekitar 2 jam. Selama itu
pula aku menahan perasaan sakit seperti
ingin buang air kecil dan air besar. Berkatnya aku dipasangi kateter.
Setiap kali aku menggumam ingin pipis, perawat
bilang aku sudah pipis karena kantongnya sudah berisi. Tetap saja tidak terasa
lega, mungkin karena semua darah yang luruh di rahimku belum keluar semuanya.
Seingatku karena aku mengeluh sakit akhirnya aku disuntikkan obat penahan rasa
sakit sehingga sakitnya berkurang. Sejak itulah aku mulai merasa lega.
Observasi Selama Terbaring
Selama terbaring lemas di ruang PONEK (Pelayanan
Obstetrik Neonatal Emergency Komprehensif), aku mendengar gelak tawa dan
pembicaraan dari perawat yang sedang berjaga di sana. Tema utama yang sedang
mereka bicarakan adalah acara makan-makan yang akan diadakan oleh salah satu di
antara mereka. Intinya sedang syukuran apa gitu makanya berencana ingin
mentraktir teman-temannya.
Dari sisi sebagai pasien yang tidak berdaya, gelak
tawa dan suara obrolan mereka yang sama sekali tidak susah payah mereka
kecilkan volumenya itu terasa sedikit mengganggu. Pertama, berisik. Kamu boleh
tanya siapa saja, saat sedang sakit tentunya ingin berada di tempat yang
tenang.
Kedua, (aku belum menemukan kata yang lebih tepat
dari ini) minimnya tenggang rasa. Bayangkan ketika seseorang di dekatmu
kesakitan tapi kamu malah dengan senang hati bercanda. Jika itu adalah
praktikum untuk pelajaran PPKn, maka kupastikan kamu akan mendapat nilai merah.
Lagu-lagu yang diputar di ruangan itu adalah
lagu-lagu pop Indonesia yang tidak terlalu terkenal. Apa mungkin lagu zaman
dulu ya. Tapi untunglah masih easy
listening, bukan lagu dangdut atau rock gitu. Sehingga tidak masalah bagiku
yang masih bisa menikmati iramanya.
Cukup lama kemudian datang pasien di sebelahku.
Sepertinya usia kehamilannya mirip denganku, tapi kasusnya dia kekurangan
cairan karena selama hamil muda dia selalu muntah dan tidak bisa makan. Morning sick-nya lebih parah dari aku,
tapi aku berharap semoga bayinya baik-baik saja. Meski aku sedikit ngilu juga
sih mendengar penjelasan dari dokter atau perawat tentang efek dan tindakan
yang akan dilakukan. Telingaku sesehat itu memang, masih bisa observasi meski
tubuhku tergeletak tak berdaya.
Ketika mama datang, dia langsung menjerit karena
melihat ada banyak darah yang berceceran di bawah ranjang yang kutempati. Dia
memang agak takut melihat darah. Sayang, petugas kebersihan tidak bisa langsung
datang untuk membersihkannya. Yang ada si perawat langsung melaporkan
kelakuanku saat diberi tindakan medis.
“Dia teriak-teriak terus dan tidak bisa diam, Bu. Lihat, rok putih saya terkena cipratan darahnya.”
Ibuku tersenyum dan malah menambahkan, “Dia memang
jarang merasakan sakit, makanya nggak bisa menahan.”
Kalau aku nggak bisa tahan, hari Jumat itu juga
aku bakal langsung ke IGD, omelku dalam hati. Tapi ya memang ga berasa sakit
sih, hanya saja darah yang keluar lebih sedikit daripada saat datang bulan.
Itu juga yang menjadi penyesalan si ibu perawat,
kenapa gak dari flek pertama kamu datang ke sini katanya. Terus melihat aku
pakai bau kerja, omelannya bertambah lagi. Masyaallah, tekanan lahir batin
begini pasien dapat perawat galak seperti ini.
Sekitar jam 8 malam, aku kemudian dipindahkan ke
kamar inap. Tepatnya di ruang nifas, iya keguguran disamakan dengan fase nifas
setelah melahirkan. Saat itulah si perawat bilang, barelaan. Seketika, rasa kesalku hlang.
Eh ketika aku ngobrol dengan teman-teman di kantor
yang mengantarku ke IGD, ternyata mereka jengkel dengan perawat yang sama.
Haha.
To be
continued.
Kalau mendengar soal keguguran atau janin tidak berkembang, suka ikutan sedih. Saya pernah menunggui kakak perempuan saya yang waktu itu janinnya meninggal di dalam. Padahal usia kandungan sudah enam bulan. Repotnya minta ampun dan kadang kesel dengan banyak orang. Bukan apa-apa, karena faktor tidak tahu, saya kerap jadi sok tau. Saya pernah agak kesel ke perawat karena kakak saya kelamaan diinduksi supaya janin tadi keluar. Saya sampai gemas, apa tidak bisa dioperasi saja. Dan ternyata prosedur soal beginian mereka lebih tahu.
BalasHapusKarena saya kerja di rumah sakit juga walau di bagian adminnya, selalu ada saja perawat yang penampakannya seperti peran antagonis. Bikin angker, hehe
Semoga cepat diberikan ganti kak, jangan sedih berlaru larut, Anak adalah titipan :)
BalasHapusYa Allah kakak...
BalasHapusAllah lebih sayang dia, biar dia jemput kedua orang tuanya di surga kelak 😘
Semoga Allah segerakan penggantinya ya kak.. #pelukkk
umurnya berapa? kehamilan yg ke berapa? ikutan cemas aku mah kalo baca begini, padahal pengin hamil lagi
BalasHapus10 minggu Kak. Kehamilan saya yg pertama ini.
HapusYa Allah, sedih bacanya, semoga cepat pulih, sayangku, sehat selalu..peluuuk..
BalasHapusYang sabar ya Mbak, semoga setelah ini Allah mudahkan Mbak dan suami dapat keturunan. Hmm, kontrol ke dokter memang harus rutin ya kalau hamil, saya jadi belajar bagaimana nanti jika istri juga hamil. Cuma sampai sekarang belum dikasih rezeki.
BalasHapus