Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Bukit Batu Bini

4 komentar
Pada sebuah hari Minggu, tepatnya tanggal 23 April 2017, aku dan suami memutuskan untuk berwisata ke sebuah tempat yang tidak terlalu jauh dari rumah. Kami berencana untuk ke Bukit Palawan atau Bukit Halinjuangan di kabupaten tetangga -Kabupaten Hulu Sungai Selatan- yang sedang hits di instagram. Berbekal browsing di internet dan bertanya pada seorang teman yang sudah pernah ke sana, kami pun meluncur ke destinasi yang berjarak sekitar satu jam dari rumah tersebut tepatnya di Desa Mawangi, di Kecamatan Padang Batung.



Puncak Batu Bini

Namun, ketika hampir sampai di lokasi -sudah berada di wilayah kecamatan yang sama, kami tergoda untuk mampir di sebuah spot wisata berupa bukit juga yang bernama Bukit Batu Bini, sesuai nama desanya. Di hari libur seperti ini ternyata ada banyak turis domestik yang sedang berwisata ke sana. Keramaian di sekitar pintu masuk area Bukit Batu Binilah yang membuat kami lupa pada tujuan semula. Singkat cerita, setelah membayar 7 ribu rupiah (3 ribu untuk parkir sepeda motor, 2 ribu untuk biaya masuk per orang), kami pun masuk ke area wisata Bukit Batu Bini.

Pendakian awal kami jalani dengan nyaman dan cukup sebagai pemanasan, karena tangga yang terbuat dari semen cukup memudahkan kaki kami. Di akhir tangga mulus tersebut terdapat sebuah persimpangan. Jika berbelok ke kanan dan mendaki maka akan sampai ke puncak, sedangkan jika lurus saja akan menuju ke sebuah gua yang bernama Gua Singa. Pilihan kami adalah berjalan lurus, ke gua yang bermulut lebar dan berhawa dingin tersebut.

Di Depan Gua Singa

Nama gua tersebut diambil dari adanya 3 buah atau lebih patung singa yang terletak di ceruk terdalam gua yang buntu. Di bagian dinding gua terdapat lukisan para pahlawan yang dulu berjuang melawan penjajah. Kreatif dan dekoratif. Meski corat-coret anak muda khas vandalisme juga banyak menghiasi dinding gua.

Lukisan di Dinding Gua


Setelah puas menikmati gua beraroma kelelawar tersebut, kami pun beranjak untuk melanjutkan perjalanan ke puncak. Sejak awal, aku sudah tahu bahwa trip hari ini adalah pendakian. Namun, aku bersikukuh untuk mengenakan rok cantik berenda lebar supaya HOOTD nanti bagus di atas sana. Hiks, keputusan nekat yang salah sebenarnya karena rok cantikku jadi pengganggu yang berarti saat pendakian. Jalur menuju puncak Batu Bini sangat terjal dan jarak antar pijakannya cukup jauh, sehingga pendaki harus ekstra hati-hati dan fokus jika tak ingin terguling ke jurang yang menganga di bawah.


Di tengah perjalanan kami ngos-ngosan dan memilih beristirahat di sebuah balai bambu yang terdapat di pos peristirahatan. Sambil beristirahat, aku mengamati para pemuda di desa sekitar bukit ini yang menaburi bubuk sekam di jalur pendakian yang licin. Beberapa di antara mereka menggunakan ID card bertuliskan "panitia", mungkin maksudnya pengelola tempat wisata ini kali ya. Salut sama mereka yang peduli dengan kesulitan para pendaki karena jalanan licin. Yang lebih mencengangkan lagi, salah satu dari mereka memanggul satu karung sekam dengan santainya hingga ke puncak. Kami yang membawa tubuh saja kelelahan setengah raga.


Sampai di puncak, fiuuh kami perlu waktu untuk mengambil napas dan mengistirahatkan kaki di sebuah batu datar. Ramainya pengunjung yang memadati area puncak lalu lalang di sekitar kami. Sembari mengamati sekitar, aku mengambil beberapa foto dan video kondisi di sana. Ada banyak spot foto dengan latar belakang pemandangan alam yang cantik dari atas sini, seperti yang juga sedang ngetrend di Pulau Jawa. Yihaaa, Kalimantan juga punya.

Salam cinta dari Kalimantan :)

Setelah tenaga pulih kembali, aku dan suami mulai beraksi baca: foto-foto. Karena banyaknya pengunjung yang ada di atas, maka di setiap spot kami tak bisa berlama-lama. Antri. Di sebuah tempat terdapat tenda dari terpal, mungkin sebagai basecamp 'panitia'. Waktu gerimis sebentar, tenda tersebut menjadi tempat yang tepat bagi para perempuan dan anak-anak bernaung. Ya, ternyata ada banyak orangtua yang membawa balitanya naik ke atas sini. Seperti yang kami temui di sebuah spot foto, ada dedek-dedek gembul yang menggemaskan.

Si Dedek Gemesh

Puas menjelajahi semua spot, kami pun menuruni puncak dengan langkah yang lebih ringan. Kali ini tidak ada drama kelelahan lagi, mungkin karena bantuan gravitasi bumi. Secara keseluruhan tempat wisata yang baru sekitar satu bulan hits ini keren. Kami berdua pun sepakat untuk tidak melanjutkan perjalanan ke tujuan awal, karena merasa sepertinya pengalaman mendaki Bukit Batu Bini mungkin akan sama bagusnya dengan Bukit Palawan atau Halinjuangan.

 




Artikel Terkait :
Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

4 komentar

Posting Komentar