Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Study Tour Bali - Malang [II]

Posting Komentar
Rabu, 18 Januari 2012

Pagi ini kami ke Pantai Kuta dengan setelan formal. Kenapa? Karena kami akan study tour ke FMIPA Biologi Universitas Udayana setelah dari sana. Nggak cocok banget ya ittinerarynya. Jadilah kami salah kostum selama di pantai. Namun, itu nggak jadi soal karena kami tetap pede meski pakai shirt.

Pantai Kuta

Oya, untuk mencapai Pantai Kuta kami harus naik Komotra, alat angkutan khusus menuju Pantai Kuta. Alat angkutannya semacam odong-odong tanpa jendela gitu. Hehe. Pantai Kuta memang benar-benar indah. Banyak turis mancanegara atau pun domestik yang pergi ke sana. Beberapa kali, kami juga sempat foto bareng bule. Hehe. Di sepanjang pesisir pantai banyak dibangun hotel dan kafe, yang paling iconic adalah Hard Rock Cafe. Di sanalah spot foto paling oke menurut kami pada saat itu.

Iconic!

Kampus Universitas Udayana sama seperti Universitas Lambung Mangkurat –kampusku, yang terbagi menjadi dua lokasi. Fakultas MIPA terletak di daerah bukit, ke sanalah kami menuju. Kalau kulihat sekilas, kampusnya berada di tengah hutan. Pohonnya masih benar-benar banyak. Tiap program studi di dalam fakultas mempunyai gedung yang terpisah. Namun, secara umum fasilitas yang ada di laboratorim dan kelasnya hampir sama dengan yang kami miliki.

Kelebihan Program Studi Biologi Universitas Udayana terletak pada tempat praktikum lapangan yang lebih lengkap, seperti pantai, sungai, danau, hutan, rawa  sampai gunung ada di Bali. Semua ekosistem yang kusebutkan di atas tersedia dengan gratis di sekitar kampus. Sehingga proses praktikum menjadi lebih mudah dan data yang didapat menjadi lebih terpercaya karena didapat langsung dari ekosistemnya. Kalau praktikum lapangan di jurusanku, untuk beberapa ekosistem terkadang kami harus berangkat jauh untuk menemukan karakteristik yang diinginkan. Karena didukung oleh ekosistem yang lebih banyak, koleksi awetan binatang mereka pun  jadi lebih banyak. Terutama dari jenis biota laut.

Ssst, dari beberapa kakak-kakak pengurus Hima yang menyambut kita ada seorang cowok yang paling difavoritin teman-teman cewek yaitu kakak yang berambut gondrong. Buktinya banyak yang minta foto bareng sama dia. Hehe. Padahal nih ya dia bukan ketua HIMAnya.

Dari Udayana, kami menuju Puja Mandala untuk shalat zuhur. Btw, Puja Mandala itu nama lokasi tempat dimana 5 rumah ibadah terletak berdampingan. Hal ini menyiratkan bahwa di Bali toleransi beragama sangat terjaga. Aku paling mupeng sama bangunan vihara, bagus banget. Ada patung gajahnya juga. Sayang, waktu itu hujan lebat. Jadi kami nggak bisa berkunjung satu-satu ke tiap rumah ibadah (baca: foto-foto di depan bangunan).

Setelah kami kembali berwisata pantai. Kali ini tujuan kami adalah Pantai Tanjung Benoa. Ternyata, di sini adalah surga permainan pantai. Ada banana boat, jet ski, paralayang, fly fish, etc. Tak ada satu pun dari wahana air tersebut kuikuti, ngeri dan mahal.

Sebagai gantinya aku bersama beberapa teman naik kapal motor ke pulau penangkaran penyu. Seru sekali. Di tengah laut kami dikasih roti oleh abang-abang perahu. Awalnya kami bingung buat apa. Ternyata roti itu buat dikasih ke ikan-ikan yang persis di bawah kaki kami. Bagian tengah kapal sengaja dibuat transparan agar kami bisa melihat gerakan ikan lucu-lucu itu. Anggap saja akuarium laut.

Bli yang menyetir kapal motornya cuek banget, perahu pun dikemudikan dengan kencang hingga goyang-goyang. Seru juga sih, kami jadi punya alasan untuk berteriak. Haha. Hingga akhirnya tibalah kami di pulau yang dimaksud.

Ternyata di pulau ini tidak hanya penyu yang dipelihara, tapi juga ada banyak spesies binatang lain yang dikandangkan. Meski penyu memang jadi maskot utama karena jumlahnya yang banyak, dari yang kecil-kecil sampai yang segede roda. Binatang lain seperti berbagai jenis burung, iguana, dan ular turut menarik perhatian kami. Pulau ini jadi semacam mini zoo di tengah laut.


Pulau Penyu

Setelah berganti pakaian dan dandan cantik, kami pun kembali menaiki bus yang kali ini membawa kami ke tempat belanja tradisional di Bali. Pasar Seni Sukowati. Suasana waktu kami ke sana sedang ramai-ramainya. Bukan hanya karena jumlah pembeli yang membludak, tapi juga karena para penjual yang ikut menyumbang keributan dengan berteriak menarik perhatian pembeli. Kalo kata Yungli mah, para penjual di sana ganas-ganas. Masalah harga sih tinggal pintar-pintar menawar saja. Aku pun membeli beberapa barang lucu buat koleksi dan oleh-oleh.

Wisata belanja kemudian dilanjutkan ke Khrisna, tempat penjualan oleh-oleh khas Bali juga. Khrisna, menurutku adalah tempat belanja the best selama di Bali. Terutama karena kita batal ke Joger, pusat oleh-oleh terkenal khas Bali. Jadi aku tidak bisa membandingkan kualitas keduanya. Dari hasil belanja di Khrisna aku dapat 3 kupon undian, semoga beruntung. Meskipun faktanya hingga kini aku tak pernah dihubungi sebagai pemenang undian. Hiks.

Setelah itu, kita kembali ke hotel buat istirahat. Pas makan malam, kami kedatangan tamu. Ada Kak Gusti Agus Martawan, mantan Ketua HIMABIO “APIDAE” yang ketiga. Kak Agus ini memang orang Bali asli. Kita sharing tentang HIMA dan organisasi sembari makan malam. Beberapa teman ada yang pergi ke Legian setelah makan malam. Aku dan teman-teman sekamar sudah malas dan capek. Jadi kami menghabiskan malam di hotel saja hingga pagi.

Kamis, 19 Januari 2012

Pagi itu kita check out dari hotel, karena ini hari terakhir di Bali. Baper rasanya, hiks. Rasanya sebentar banget jalan-jalan di sini. Pagi-pagi hujan pula seperti menggambarkan kesedihan kami. Tujuan pertama kami hari ini adalah ke tempat belanja oleh-oleh Karang Kurnia sebagai pengganti Joger yang katanya hari itu tutup karena ada acara ulang tahun pemiliknya. Rasanya tak habis-habis keinginan untuk belanja. Selalu ada yang dibeli di setiap tempat belanja yang disinggahi, meski uang saku semakin menipis.

Dari Karang Kurnia kami menuju Taman Raya Eka Bali di daerah Bedugul. Karena perjalanan menuju ke sana jauh, hampir semua peserta tur ngantuk dan tertidur di bus. Ketika hampir sampai, Bli Made mengusik kesunyian di dalam bus. Entah apa yang beliau katakan, intinya sekilas kudengar skor 2-0. Rupanya mereka main tebak-tebakan, supaya tidak ngantuk kata Bli.

Karena mata sudah terbuka sempurna, kami pun jelalatan pemandangan di luar bus. Wah, pemandangannya indah sekali. Dari jendela bus kami bisa melihat pemandangan berupa lembah dan perkotaan karena kami sedang berada di ketinggian. Subhanallah. Telingaku sedikit berdenging, menandakan posisi kami semakin jauh dari permukaan laut.


Taman Raya Eka Bali

Taman Raya Eka Bali adalah sebuah kawasan wisata alam yang amat terpelihara. Perpaduan antara keindahan alam dan aristektur khas Bali berupa gerbang dan patung-patung tokoh pewayangan Bali, tempat ini sangat sayang dilewatkan untuk berfoto-foto. Hamparan rumput yang menghijau rapi pun ikut menyejukkan mata. Di sebuah lokasi, kami menemukan sebuah pohon besar yang bentuk daunnya menyerupai lelehan salju. Kalau tidak salah, pohon tersebut dari jenis cemara. Kami pun menjumpai sebuah pohon sakura yang terletak di halaman laboratorium taman ini. Sayang, pohon sakuranya sedang tidak berbunga. Nah, beberapa teman berkesempatan untuk masuk ke dalam laboratorium ditemani bapak yang bertanggung jawab di sana. Kami yang menunggu di luar sibuk menikmati keindahan alam sekitar dengan foto-foto :D.

Cemara salju

Tidak semua kawasan bisa kami capai saking luasnya. Hanya ada beberapa titik yang kami eksplor, salah satunya adalah Rumah Begonia. Di bangunan permanen yang berfungsi sebagai green house ini terdapat beraneka macam jenis tumbuhan begonia. Banyak sekali. Beberapa diantaranya sedang berbunga, duh indahnya. Dekat dengan posisi Rumah Begonia, terdapat kebun mawar beraneka jenis. Sayang, saat itu tidak sedang musim berbunga sehingga kalah indah dengan Rumah Begonia.

Salah satu sudut Rumah Begonia
Setelah puas berjalan-jalan di taman, kami pun beranjak dari sana. Berhubung hari sudah siang, kami pun mampir makan siang di Rumah Makan Saras. Pemandangan di rumah makan ini indah sekali. Karena berada di ketinggian, kami bisa melihat keindahan yang terpampang jelas di lembah dekat tempat makan. Nikmat Tuhan mana yang kau dustakan, bisa makan siang sambil melihat pemandangan alam nan cantik seperti ini. Karena saat itu waktu shalat zuhur sudah tiba, kami pun menuju mushala dengan cara melewati tangga ke bawah bukit. Wah, pemandangan di area bawah rumah makan ini ternyata indah sekali. Mushala dibangun dengan arsitektur cantik di bagian bawah rumah makan. Ternyata selain mushala, rumah makan ini juga menyediakan penginapan. Dari hasil survei sekilas, ruangan penginapannya bagus dan bersih sekali.

Danau Beratan adalah tempat selanjutnya yang kami nikmati dalam perjalanan wisata kami. Di sini fasilitas yang dapat dinikmati adalah naik motor boat mengelilingi danau dan foto-foto di tengah danau dan dengan background pura yang menjadi ikon di uang 50 ribuan. Danau Beratan bagiku adalah salah satu tempat paling berkesan di Bali. Kabut yang menyelimuti gunung di atas danau adalah bagian terindah yang paling kuingat dari Danau Beratan.

Bli Made mengakhiri tugasnya sebagai pemandu wisata kami di danau ini, karena setelah ini kami akan kembali pulang menuju Pulau Jawa. Bus pun menyisir bagian utara pulau Bali menuju Pelabuhan Gilimanuk. Tidak terlalu jauh dari kawasan Danau Beratan, kami menikmati pemandangan Danau Buyan dari atas. Subhanallah, indah sekali. Di sepanjang jalan ini banyak sekali monyet yang berdiri di pinggir jalan atau bergelantungan di pohon. Mereka sepertinya tidak punya rasa takut lagi kepada manusia karena sudah terbiasa.


Tugu Lumba-lumba

Sebelum sampai di pelabuhan, kami mampir ke destinasi wisata terakhir kami di Bali yaitu Pantai Lovina.  Pantai ini terkenal dengan sebutan pantai lumba-lumba karena keberadaan mamalia laut jenis ini banyak di sini. Sayang, karena saat ini matahari sedang bersinar terik kami tidak melihat satu pun hewan tersebut yang muncul ke permukaan laut. Kata orang, lumba-lumba di sini biasanya muncul saat pagi hari saja. Sebagai gantinya, kami pun berfoto di depan tugu lumba-lumba yang menjadi ikon pantai ini. Oya, selain lumba-lumba Pantai Lovina mempunyai ciri khas mempunyai pasir berwarna hitam. Berbeda sekali dengan Pantai Sanur, Kuta atau pun Tanjung Benoa yang berpasir putih.

Pantai Lovina

Setelah puas menikmati Pantai Lovina, kami pun melanjutkan perjalanan ke pelabuhan. Tiba di pelabuhan, hari sudah gelap. Perjalanan kami pakai fery kali ini tidak terlalu terasa karena suasana yang rame. Teman Hadi, si Gaffur duet bareng sama ibu-ibu. Mereka nyanyi lagu dangdut di tempat karaoke  yang disediakan fery tersebut. Keluar dari fery, setelah makan malam, bus melanjutkan perjalanan menuju Malang. Waktunya tidur [].



Artikel Terkait:
Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

Posting Komentar