Menikmati Proses. Meladeni Obsesi. Mengakrabi Tuhan.

Persahabatan, Cinta, dan Pengkhianatan

Posting Komentar

Judul : Galuh Hati
Penulis : Randu
Penerbit : Moka Media
Tahun terbit : 2014
Ngeri ya judul postingan kali ini? Jangan salah, ketiga unsur tersebut sangat lazim ditemukan dalam hubungan antar manusia sekarang. Tidak terkecuali di tanah Cempaka, tanah yang menghasilkan intan terbaik di dunia. Menurutku tiga kata ini lebih cocok menjadi sub judul di novel ini, daripada sub judul yang tertera di sampul yaitu Tiga Cinta dan Satu Rahasia.

Adalah Amak yang mempunyai seorang karib bernama Antas. Mereka berdua adalah dua dari banyak pemuda yang berprofesi sebagai pendulang, yakni penambang intan di Cempaka. Antas merupakan seorang pendulang bertangan dingin, ia bisa dengan tepat bisa menemukan letak intan yang tersembunyi di bawah lumpur dan air. Sehingga tak jarang ia mendapatkan intan yang saat dijual berharga tinggi. Meski begitu, Antas adalah pemuda berhati bersih dan tulus, tidak ternoda dengan hitamnya dunia. Amak sendiri sangat kagum dengan Antas, bahkan ia menaruh hormat pada Antas yang berumur 2 tahun lebih tua darinya.

Suatu ketika Antas jatuh cinta dengan Sarah, seorang kembang desa. Tak memakan waktu lama, ia berniat menyunting gadis pujaannya tersebut. Orang tua Sarah yang mengetahui reputasi Antas sebagai pemuda berbudi baik dan bertangan dingin menyetujui pinangan Antas. Namun syaratnya Antas harus menemukan intan yang belum pernah ditemukan sebelumnya di Cempaka. Ya, Antas harus mempersembahkan galuh terbaik untuk galuh hatinya.

Mampukah Antas memenuhi syarat tersebut? Bagaimana dengan Amak yang ternyata juga menyukai Sarah? Akankah Amak menghalangi pernikahan Antas dan Sarah? Atau Antas merelakan Sarah untuk sahabatnya? Persahabatan, cinta, dan pengkhianatan adalah jawaban yang tepat untuk pertanyaan-pertanyaa tersebut.

Di masa yang berbeda, hidup pula seorang Abul dan Gil. Siapakah mereka berdua?

Secara keseluruhan, novel ini sangat menarik. Dengan potongan-potongan cerita yang tidak lengkap, hal-hal yang tidak jelas, membuat pembaca sepertiku penasaran jika tidak langsung membaca hingga tuntas. Namun ada beberapa hal yang ingin kubahas yang paling menarik perhatianku dari novel ini.

Dalam beberapa percakapan tanpa narasi, aku kesulitan untuk menebak tokoh siapa yang sedang berbicara. Meskipun dialog tanpa narasi ini juga sering muncul di novel-novel lain, aku jarang merasa bingung. Hal ini mungkin karena kalimat setiap tokoh sangat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kekhasan tiap tokoh sangat terasa. Oleh karena itu, menurutku meletakkan dialog tanpa narasi di bagian-bagian awal novel itu cukup membuat pembaca blur sebentar. Kehilangan orientasi untuk menerka siapa yang sedang berbicara. Contoh kalimatnya seperti di bawah ini.

“Kau benar-benar bisa melinggang?”
“Sebenarnya aku tahu kamu bisa melinggang. Aku tidak bisa” (hal 98)
Aku lama baru menyadari bahwa yang berbicara adalah si Abul, dua kalimat berturut-turut, bukan Anang yang menjadi lawan bicaranya saat itu. Hanya saja perlu diingat faktornya mungkin bukan karena dialognya, tapi karena akunya yang memang tidak bisa cepat nangkep. Mungkin saja pembaca lain tidak merasa begitu.

Hal selanjutnya yang ingin kubahas adalah hal-hal yang “mengagetkan”ku dalam novel ini. Aku baru tahu kalau ternyata Gil adalah seorang anak perempuan pada halaman 126. Entah ini ketelatan persepsi yang terlampau parah atau karena kurangnya penulis mendeskripsikan sosok Gil. Setelah kucermati pada awal “kemunculan” Gil di halaman 28, satu-satunya deskripsi yang mendekati makna bahwa Gil merupakan anak perempuan adalah “rambut panjang kepirangan”.

Aku juga kaget ketika Gil tiba-tiba memanggil Abul dengan panggilan Watson. Aku langsung menangkap makna bahwa Gil sedang berperan sebagai Sherlock Holmes. Tapi hei, mengapa Abul, seorang anak desa yang kampungan, tidak protes dan langsung paham? Lagi pula, sejak awal digambarkan hubungan Abul dan Gil adalah dua teman yang tidak mau kalah satu sama lain. Masa Abul mau dipanggil Watson oleh Gil, yang notabene kaki tangannya Holmes?

Tentang istilah Woman Heart, ini juga cukup mengganggu. Entah bagaimana penulisannya yang benar. Womans Heart? Woman Hearts? Di novel sendiri keduanya ditulis. Aku juga tidak tahu, apakah istilah ini diciptakan oleh penulis sendiri atau memang pada kenyataannya memang ada.

Galuh sendiri mempunyai dua makna yang berbeda dalam Bahasa Banjar. Galuh bisa diartikan sebagai intan atau gadis. Jika diterjemahkan dengan Bahasa Inggris, menurutku harus disesuaikan dengan konteksnya. Dua definisi Galuh Hati berikut ini adalah versiku. Pertama, Galuh Hati adalah intan yang besar dan berbentuk seperti jantung manusia. Kedua, Galuh Hati artinya gadis pilihan hati seorang pemuda. Jika merujuk ke definisi pertama mungkin akan lebih pas jika diterjemahkan dengan istilah Heart Diamond. Definisi kedua seharusnya diterjemahkan menjadi Beloved Girl atau Beloved Woman. Entahlah.

Ada satu teka-teki yang tidak terjawab menurutku dalam novel ini. Apakah Antas tidak meninggal? Merujuk ke hal 292, halaman terakhir dari novel ini sepertinya begitu. Sepertinya akan lebih baik jika kronologis pertemuan awal antara Abul dan Antas diceritakan meskipun sekilas sehingga pertanyaan di paragraf ini terjawab dengan pasti. Karena jika tidak, Antas hanya akan seperti hantu berkemeja putih yang menautkan tangannya di depan dada.

Satu lagi, keanehan yang menjadi pertanyaan terbesarku. Mengapa Galuh Hati ada di tangan Sarah? Sedangkan ketika Antas dibunuh oleh Amak katanya galuh tersebut masih berada di tangan Antas. Begitu pula yang tertera dalam halaman 59, Sarah menyuruh Antas menyimpan intan tersebut hingga hari pernikahan mereka.


Diluar hal-hal yang kubahas. Novel ini menurutku keren. Selain ada sesi detektif-detektifnya, juga karena latar belakang daerahnya yang notabene dekat dengan tempat tinggalku. Suasana penuh persaingan dan gengsi antara Gil dan Abul juga merupakan bagian favoritku. Sayang tidak diceritakan bagaiamana Gil di masa kini. Selebihnya aku sangat bangga ada penulis daerah yang mengangkat kehidupan masyarakat Banua dalam sebuah novel. Sehingga orang-orang tidak hanya tahu kilau yang dihasilkan oleh intan cempaka, namun juga kepahitan dan kegetiran dalam proses mendapatkannya seperti yang selalu disampaikan oleh senja kuning.
Rindang Yuliani
Hi, I'm Rindang Yuliani. I'm a writer, a civil servant, and living in Barabai, South Borneo. I love reading and I'm interested in travelling. My first book is Escape, Please!

Related Posts

Posting Komentar